Mohon tunggu...
Ines Sabrina
Ines Sabrina Mohon Tunggu... Penulis

Bagi saya, menulis adalah kegiatan yang menyenangkan dan membawa manfaat yang besar dalam kehidupan saya. Sebagian kehidupan saya adalah menulis, saya senang menulis banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Bukan Mau Sama Mau: Manipulasi Seksual dalam Tekanan Disamarkan Jadi Kesepakatan

26 April 2025   00:57 Diperbarui: 26 April 2025   00:57 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaman digitalisasi seperti saat ini membuat perkenalan bisa terjadi dengan cepat dan mudah. Media sosial, aplikasi kencan, atau bahkan sekadar interaksi singkat bisa langsung membuka jalan untuk hubungan yang lebih dekat. Namun, sayangnya, tidak semua orang datang dengan niat baik. Bisa saja di balik perhatian dan pujian yang diberikan di awal, terselip niat tersembunyi yang berujung pada manipulasi seksual. Ini adalah situasi di mana seseorang merasa ditekan atau dipengaruhi untuk melakukan aktivitas seksual yang sebenarnya tidak mereka inginkan, biasanya melalui rayuan, ancaman emosional, atau permainan psikologis yang membuat mereka merasa tidak punya pilihan lain.

Manipulasi seksual dalam hubungan yang masih baru kerap kali sulit dikenali karena pelakunya tidak selalu terlihat kasar atau memaksa secara terang-terangan. Mereka bisa datang dengan wajah ramah, kata-kata manis, dan sikap yang tampaknya penuh perhatian. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai mengarahkan percakapan atau interaksi ke hal-hal yang bersifat seksual, dan jika ditolak, mereka bisa memberikan reaksi yang membuat korban merasa bersalah, takut, atau bahkan terancam. Bukan takut kehilangan hubungan, tapi takut dianggap buruk, takut nama baik tercemar, atau takut dipermalukan. Beberapa orang bahkan mengalami tekanan seperti "kalau kamu nggak nurut, aku bisa cerita ke orang-orang," atau "aku bisa buat kamu nyesel." Ini bukan cinta, melainkan bentuk kendali.

Bukan hanya itu yang membuat pelaku manipulasi seksual semakin licik adalah ketika pelaku memutarbalikkan situasi. Mereka akan menyebut bahwa apa yang terjadi adalah atas dasar "sama-sama mau", padahal di balik itu ada tekanan yang membuat korban merasa tidak benar-benar punya pilihan. Frasa seperti "kamu juga nggak nolak" atau "tadi kamu kelihatannya oke aja" digunakan untuk menutupi kenyataan bahwa korban sebenarnya merasa tidak nyaman sejak awal. Dalam kondisi seperti ini, diam atau tidak menolak secara eksplisit bukan berarti memberi persetujuan. Setiap bentuk hubungan seksual harus lahir dari persetujuan yang jelas, sadar, dan tanpa tekanan.

Dalam banyak kasus, korban manipulasi seksual tidak langsung menyadari bahwa mereka sedang dimanipulasi. Mereka merasa bingung, mempertanyakan apakah reaksi mereka berlebihan, atau bahkan menyalahkan diri sendiri karena dianggap terlalu 'kaku' atau 'berlebihan'. Padahal, setiap orang punya hak untuk mengatakan tidak, terutama ketika menyangkut tubuh dan batas pribadi. Rasa tidak nyaman seharusnya tidak diabaikan hanya karena pelaku terlihat sopan atau baik di awal. Justru manipulasi yang paling berbahaya sering kali datang dari mereka yang paling pandai menyembunyikan niatnya.

Korban sering merasa terjebak bukan karena cinta, tapi karena ancaman yang mengiringi. Ancaman ini bisa bersifat halus, seperti membuat mereka merasa bersalah, adanya tekanan sosial, intimidasi, atau penyebaran informasi pribadi. Pada akhirnya, tekanan ini bisa membuat korban merasa seolah tidak ada pilihan lain selain mengikuti kemauan pelaku. Dampaknya bukan hanya secara fisik, tapi juga mental. Kepercayaan diri bisa runtuh, rasa aman hilang, dan trauma bisa terbawa lama.

Itulah mengapa penting untuk mengenali tanda-tanda awal dari manipulasi seksual, terutama dalam hubungan yang baru dimulai. Jika seseorang terlalu cepat mengarahkan hubungan ke arah seksual, mencoba melanggar batas meski sudah diberi tahu, atau membuat kamu merasa tidak nyaman saat menolak, itu adalah sinyal bahaya. Jangan merasa perlu membalas perhatian dengan keintiman, dan jangan merasa harus 'membuktikan' sesuatu lewat tubuhmu. Tubuhmu bukan alat negosiasi.

Menjaga diri bukan berarti kamu paranoid. Itu bentuk penghormatan terhadap diri sendiri. Dalam hubungan yang sehat, tidak ada tekanan. Tidak ada rasa takut. Hanya ada adalah rasa saling percaya dan saling menghormati. Jadi kalau ada yang mulai menekan, memaksa, atau mengancam, kamu berhak untuk berhenti dan menjauh. Karena pada akhirnya, keselamatan dan kenyamananmu jauh lebih penting daripada mempertahankan interaksi yang merugikan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun