Sekitar pukul enam pagi, langit terbuka. Pemandangan alam dari Puncak Tetetana makin terlihat indah. Di sebelah Tenggara, Danau Tondano tampak mengkilap seperti bentangan plastik biru. Sebelah Timur, selain Gunung Klabat, dan Gunung Bersaudara, sosoknya mulai tampak. Di bawahnya pantai Bitung mulai kelihatan. Kemudian di sebelah utara tampak samar pulau Lihaga (Minahasa Utara) berpasir putih dan tampak pula landasan bandara Sam Ratulangi. Di sebelah Barat Laut, Gunung Manado Tua tampak seperti menyembul dari laut Bunaken.
Berfoto ria tak dilupakan
Puncak Tetetan termasuk objek wisata yang masih baru. Belum banyak wisatawan yang mau datang ke lokasi itu karena akses jalannya masih ada yang bebatuan. Warga setempat menyebutnya jalan roda. Roda adalah gerobak pengangkut sayuran atau karung cengkih yang ditarik oleh sapi. Padahal Puncak Tetetana sangat bagus untuk berburu matahari terbit di pagi hari. Tak hanya itu, berdiri di puncak seperti berada di negari awan dengan pemandangan alam yang bagus.
Gunung Manado Tua tampak jauh
Libur sehari itu kami tutup dengan makan bersama di pondok yang dibangun di Puncak Tetetana. Masakan khas Minahasa seperti sayur bunga papaya, ragey, ayam buluh, dengan cita rasa rempah pedas menggoyang lidah saya dalam paduan nasi bungkus dicampur jagung sedikit. Om Maxi memberi sentuhan tradisional dengan minuman saguer hasil dari batifar dari pohon aren yang tumbuh di sekitar Puncak Tetetana.
img-5043-jpg-584fa104c323bd9f0fa40d8b.jpg
Kami turun dari puncak menjelang jam dua belas siang. Kabut mulai merambah di punggung puncak disertai dinginnya udara yang terasa di badan. Meski siang jaket pun masih dipakai. Di perjalanan kami ngobrol tentang akses jalan yang masih bebatuan. “Jika pemerintah menyediakan infrastruktur yang baik berupa akses jalan yang beraspal, tak lama lagi Puncak Tetetana menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi wisatawan. Pundi-pundi pendapatan daerah pun dengan sendirinya bertambah,” kata Boby berharap Pemkot memperhatikan keluhan kami.
Lihat Travel Story Selengkapnya