Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Setelah TikTok, Siapa Berikutnya? Menakar Arah Baru Regulasi Dunia Digital Indonesia

5 Oktober 2025   12:01 Diperbarui: 6 Oktober 2025   05:41 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian, target berikutnya kemungkinan adalah mereka yang berada di persimpangan bisnis digital, monetisasi publik, dan interaksi sosial --- dan yang belum menunjukkan kemauan untuk transparan ke pemerintah.

Menyongsong Era Digital dengan Keadilan dan Kepercayaan

Sampai di sini, langkah pembekuan izin TikTok bisa dibaca sebagai awal dari perubahan besar. Tapi apakah perubahan itu akan berjalan baik atau menimbulkan efek samping tergantung bagaimana regulasi itu dirancang dan dilaksanakan.

Pertama, pemerintah harus menjaga konsistensi dan keadilan. Tidak cukup menghukum satu platform besar, lalu membiarkan yang lain berjalan tanpa pengawasan. 

Jika penegakan dilakukan pilih kasih, maka regulasi akan kehilangan legitimasi. Publik akan melihat bahwa kebijakan digital tidak netral, dan kepercayaan akan terkikis.

Kedua, mekanisme keberatan dan pengaduan harus dibuka. Jika platform merasa dirugikan atau regulasi dianggap terlalu menekan, mereka perlu ruang untuk menyampaikan argumen atau keberatan secara transparan. Membungkam dialog hanya akan menimbulkan resistensi.

Ketiga, pelibatan publik dan pengawas independen perlu diperkuat. Masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi keamanan siber harus diberi ruang untuk ikut menilai kebijakan regulasi digital, agar tidak terjebak pada satu suara saja. Dalam dunia data, pengawasan publik adalah penyeimbang kekuasaan yang efektif.

Keempat, edukasi publik menjadi sangat krusial. Banyak pengguna awam belum memahami bagaimana data mereka dipakai, dijual, disimpan, atau dipantau. 

Jika regulasi berjalan tanpa pemahaman masyarakat, maka rasa takut dan ketidakpercayaan bisa tumbuh. Pemerintah perlu menjelaskan secara gamblang: tujuan regulasi digital bukan untuk "mengintip" pengguna, tapi melindungi kepentingan publik.

Akhirnya, penegakan regulasi digital bukan soal siapa yang akan dihukum, tapi bagaimana kita menyusun ekosistem digital yang sehat dan adil. Setelah TikTok, bukan lagi pertanyaan "siapa berikutnya?" semata --- melainkan apakah kita sudah siap sebagai pengguna, pembuat kebijakan, dan pengawas untuk menghadapi masa depan data di tangan siapa pun.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun