Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Setelah TikTok, Siapa Berikutnya? Menakar Arah Baru Regulasi Dunia Digital Indonesia

5 Oktober 2025   12:01 Diperbarui: 6 Oktober 2025   05:41 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrsi Tiktok. (Unsplash/Solen Feyissa via KOMPAS.com)

Tentu saja, tekanan itu harus disertai mekanisme transparansi. Regulasi tanpa keadilan bisa menjadi senjata represif. Jika pemerintah memakai pembekuan izin secara arbitrer, atau targetnya hanya platform tertentu karena tekanan politik, maka ini bisa menciptakan atmosfer ketidakpastian di ekosistem digital. 

Karenanya, penegakan harus disertai standar yang jelas, prosedur pengaduan, dan keterlibatan publik.

Siapa Berikutnya? 

Jika pembekuan izin TikTok adalah gelombang pertama, maka muncul pertanyaan: siapa target berikutnya? Meski ini hanya spekulasi, ada indikator yang bisa dijadikan acuan.

Pertama, platform live streaming dan media sosial lain yang memiliki unsur monetisasi langsung dari pengguna. TikTok dipanggil karena aktivitas monetisasi gift --- platform lain seperti YouTube Live, Twitch, atau layanan live streaming lokal berpotensi disorot jika tidak transparan soal arus uang dalam aplikasi. 

Bila mereka belum mendaftar sebagai PSE atau menolak menyerahkan data monetisasi, mereka bisa berada dalam garis bidik.

Kedua, layanan e-commerce atau marketplace yang menyimpan data transaksi besar dan memiliki unsur interaksi jual beli antara penjual dan pembeli. 

Data transaksi, pergerakan uang, dan sistem logistik bisa menarik perhatian regulator bila di dalamnya ada peluang pelanggaran atau kebocoran data besar-besaran.

Ketiga, pesan instan atau aplikasi komunikasi yang menyimpan metadata dalam skala besar. Meski aplikasi perpesanan sering dipandang sebagai layanan privasi, ketika mereka menyimpan data seperti log percakapan, detil penggunaan, atau lokasi, ada potensi muncul tuntutan transparansi dari negara. Jika ada dugaan penyalahgunaan data, mereka bisa menjadi sasaran.

Keempat, platform fintech yang bercampur dengan fitur sosial, live, atau komunitas. Karena sudah mengelola uang dan interaksi sosial, regulator bisa mengaitkan mereka dengan kewajiban pengawasan lebih ketat.

Namun, ada faktor mitigasi: kapasitas teknis perusahaan untuk memenuhi permintaan data; reputasi publik; tekanan internasional; serta kepatuhan global terhadap aturan perlindungan data. 

Platform besar yang memiliki sumber daya akan lebih siap menghadapi tekanan regulasi --- yang membuat mereka akan cenderung mematuhi lebih awal dibanding platform kecil yang mungkin lebih rentan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun