Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Setelah TikTok, Siapa Berikutnya? Menakar Arah Baru Regulasi Dunia Digital Indonesia

5 Oktober 2025   12:01 Diperbarui: 6 Oktober 2025   05:41 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrsi Tiktok. (Unsplash/Solen Feyissa via KOMPAS.com)

Pernyataan itu penting untuk menegaskan bahwa meski dalam posisi tertekan, platform raksasa seperti TikTok masih mencoba memelihara citra: sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat digital.

Namun dari perspektif negara, tindakan ini adalah sinyal bahwa era digital tidak boleh berjalan tanpa kendali. Bila perusahaan besar bisa mengabaikan permintaan data yang dianggap vital bagi pengawasan publik, negara akan kehilangan kekuasaan dalam "daerah pemerintahan baru" --- yaitu ranah data. 

Pembekuan izin TikTok bisa dipandang sebagai langkah awal untuk menyatakan: kekuasaan digital juga harus tunduk pada aturan nasional.

Jejak Regulasi Digital Indonesia: Dari Kelemahan ke Tekanan

Regulasi digital Indonesia bukanlah hal baru. Sejak Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 diundangkan, pemerintah mencoba mengatur Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) agar lebih transparan dan bertanggung jawab terhadap aktivitas digitalnya. 

Di antara kewajiban PSE private adalah menyerahkan data tertentu jika negara meminta --- termasuk data trafik, penyimpanan, dan pengawasan terhadap konten berbahaya.

Tetapi selama ini, penegakan regulasi cenderung lemah. Banyak platform global beroperasi di Indonesia tanpa konsekuensi nyata ketika menolak permintaan data atau mengabaikan kewajiban administratif. 

Dalam praktiknya, regulasi digital seringkali baru berfungsi ketika ada publikasi besar atau tekanan politik. Prosesnya berjalan lambat, dan hukuman yang dijatuhkan lebih simbolik daripada mematikan.

Kasus TikTok kini seolah menjadi titik balik. Pemerintah menggunakan instrumen pembekuan izin sebagai alat penegakan yang lebih keras. 

Itu bukan sekadar memanggil perusahaan untuk klarifikasi --- tetapi mengambil langkah konkret yang menimbulkan konsekuensi administratif. Model ini menunjukkan bahwa regulasi sudah memasuki fase "dari permohonan menjadi kewajiban, dari larangan menjadi ancaman sanksi."

Tahapan ini penting karena memberi efek jera. Bila TikTok dapat "dibiarkan saja" ketika menolak permintaan data, maka platform lain juga akan melakukan hal yang sama. 

Tetapi bila pemerintah konsisten menegakkan pembekuan izin (dan mungkin sanksi lainnya), maka platform yang enggan tunduk akan menghadapi risiko nyata. Pengaturan digital Indonesia sedang berusaha keluar dari zona abu-abu, menuju rezim hukum yang lebih ekspektasi tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun