Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Cryptocurrency Pilihan

Pajak Kripto, Babak Baru Relasi Pemerintah dan Teknologi

5 Oktober 2025   10:01 Diperbarui: 5 Oktober 2025   00:11 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kripto. (UNSPLASH/TRAXER via KOMPAS.com)

Dulu, kripto hidup dalam bayangan kebebasan total. Ia lahir dari keresahan terhadap sistem keuangan konvensional yang dianggap terlalu dikendalikan negara dan bank sentral. Di mata para penggemarnya, kripto adalah simbol perlawanan: mata uang yang tak bisa disensor, tak bisa dibatasi, dan tak bisa dipajaki. 

Dunia digital seperti menemukan utopia kecilnya sendiri---sebuah ruang di mana nilai dan kepercayaan ditentukan oleh algoritma, bukan otoritas.

Namun, seperti banyak hal lain di dunia nyata, kebebasan itu ternyata tak berlangsung lama. Seiring popularitasnya meningkat, kripto tidak lagi bisa diabaikan oleh negara. 

Pemerintah Indonesia, lewat Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak, mulai menapaki ruang digital itu dengan langkah hati-hati tapi pasti.

Sejak diberlakukannya aturan perpajakan aset kripto pada Mei 2022, negara telah mengantongi penerimaan pajak sebesar Rp 1,61 triliun hingga Agustus 2025, sebagaimana dilaporkan Kompas Money (4 Oktober 2025). Angka itu mungkin kecil dibanding total pendapatan negara, tapi besar dalam maknanya. 

Untuk pertama kalinya, dunia yang dulu disebut "tak tersentuh negara" kini ikut menyumbang bagi kas nasional.

Paradoksnya menarik. Sebuah ekosistem yang diciptakan untuk menghindari kendali negara kini menjadi salah satu sumber pendapatan negara. 

Pertanyaan pun muncul: apakah ini tanda bahwa negara mulai menaklukkan dunia kripto, atau justru teknologi yang membuat negara berubah cara berkuasanya?

Dari Desentralisasi ke Regulasi

Untuk memahami perubahan ini, kita perlu kembali ke akar gagasan blockchain. Teknologi ini dibangun atas prinsip desentralisasi---tidak ada otoritas tunggal yang mengatur, semua peserta jaringan memiliki salinan data yang sama, dan kepercayaan lahir dari transparansi, bukan dari otoritas.

Konsep ini lahir dari kekecewaan terhadap sistem keuangan global yang terlalu bergantung pada lembaga besar dan intervensi pemerintah. Di situlah Bitcoin, pelopor kripto, memulai revolusinya pada tahun 2009.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cryptocurrency Selengkapnya
Lihat Cryptocurrency Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun