Seberapa banyak yang mau membaca laporan mendalam tentang ketimpangan layanan kesehatan? Di sinilah urgensi literasi muncul.Â
Membaca buku seperti Pathologies of Power akan menampar kesadaran pejabat bahwa penderitaan rakyat bukanlah statistik.Â
Di balik angka stunting, kemiskinan, atau kematian ibu melahirkan, ada wajah-wajah manusia nyata yang hidupnya bisa berubah hanya dengan satu kebijakan yang lebih adil.
Buku ini juga relevan ketika kita berbicara soal ketidakadilan sosial yang lebih luas. Paul Farmer menunjukkan bahwa kesenjangan bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi masalah moral.Â
Ketika pejabat lebih sibuk dengan gaya hidup mewah ketimbang membaca buku dan memahami rakyatnya, mereka sedang memperpanjang "penyakit kekuasaan". Kebijakan yang lahir pun akhirnya dangkal, reaktif, dan hanya menguntungkan kelompok tertentu. Tidak ada visi jangka panjang, apalagi keadilan bagi semua.
Konteks Indonesia memperlihatkan hal serupa. Misalnya, ketika pemerintah lebih cepat merespons kepentingan investasi besar daripada krisis pangan rakyat kecil, atau ketika dana kesehatan sering tersedot oleh proyek mercusuar ketimbang memperkuat puskesmas di desa terpencil.Â
Semua itu adalah contoh nyata bagaimana kebijakan bisa menjadi sumber penderitaan jika tidak dilandasi empati, literasi, dan keberpihakan pada keadilan.
Maka pertanyaannya, beranikah pejabat kita membaca buku ini? Beranikah mereka menghadapi kenyataan pahit bahwa sebagian penderitaan rakyat adalah akibat dari keputusan mereka sendiri?Â
Membaca Pathologies of Power bukan hanya soal menambah wawasan, melainkan juga menguji keberanian moral.
Penutup: Membaca untuk Memimpin
Seorang pemimpin yang tidak membaca sesungguhnya sedang menutup mata terhadap kompleksitas dunia. Ia hanya akan bergantung pada laporan singkat staf, briefing birokrasi, atau sekadar opini populer yang berseliweran di media sosial.Â
Ia tidak akan pernah menyentuh kedalaman gagasan, apalagi merasakan penderitaan rakyat dari perspektif yang lebih manusiawi. Inilah yang membuat kebijakan publik sering kali terasa jauh dari kebutuhan nyata masyarakat.