Ada satu tren yang kian marak dalam beberapa tahun terakhir, yakni: nongkrong di bookstore. Toko buku yang dulunya hanya berfungsi sebagai tempat membeli bacaan, kini bertransformasi menjadi ruang publik yang estetik, cozy, bahkan instagramable.Â
Bukan hanya rak buku yang penuh warna, tetapi juga interior kayu yang hangat, pencahayaan temaram yang nyaman, serta tambahan coffee corner yang membuat orang betah berlama-lama.Â
Gramedia, misalnya, kini menghadirkan konsep ruang baca modern seperti Gramedia Jalma yang tidak hanya sekadar menjual buku, melainkan juga menyajikan pengalaman nongkrong.Â
Menurut data Asosiasi Penerbit Indonesia (IKAPI), kunjungan ke toko buku fisik tetap cukup stabil meski penjualan daring meningkat, salah satunya karena orang datang bukan hanya untuk berbelanja, tetapi untuk merasakan suasana yang berbeda (IKAPI, 2022).
Fenomena ini memperlihatkan pergeseran fungsi bookstore. Ia tidak lagi hanya sekadar titik transaksi, melainkan juga menjadi semacam ruang kultural, tempat orang bertemu, mengobrol, berdiskusi, atau sekadar menenangkan diri di antara aroma buku dan kopi.Â
Bahkan, bagi sebagian orang, sekadar duduk diam di pojok toko buku sudah cukup menghadirkan rasa "healing" sederhana. Tidak sedikit pula yang menjadikan bookstore sebagai alternatif kafe, tempat di mana inspirasi sering datang secara tak terduga.
Namun, di balik ramainya tren ini, ada pertanyaan yang menggoda untuk diajukan: apakah pengalaman nongkrong di bookstore harus selalu dilakukan di luar rumah? Apakah atmosfer cozy, estetik, dan penuh inspirasi itu tidak bisa kita hadirkan dalam lingkup yang lebih personal, lebih intim, dan lebih bermakna?Â
Di sinilah kemudian saya ingin mengajak pembaca merenung tentang keberadaan pustaka pribadi---rak buku kecil di rumah---yang sering kali justru menjadi "bookstore mini" paling otentik dan nyaman.
Pustaka Pribadi sebagai Bookstore Mini
Saya percaya bahwa hampir setiap rumah menyimpan semacam pustaka kecil, meski bentuknya sederhana. Bisa berupa rak kayu di ruang tamu, lemari kaca peninggalan orang tua, atau sekadar tumpukan buku di meja belajar. Bagi sebagian orang, rak itu mungkin tidak pernah dianggap istimewa.Â
Namun, bila diperhatikan lebih dalam, ia sejatinya menyimpan kisah personal yang jauh lebih kaya dibandingkan rak-rak tinggi di bookstore modern.