Korupsi di Indonesia ibarat penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Dari satu rezim ke rezim berikutnya, praktik ini selalu menemukan cara baru untuk bertahan. Operasi tangkap tangan, vonis pengadilan, hingga pembentukan lembaga khusus seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang menjadi langkah penting, namun ternyata belum cukup membuat jera. Berita tentang suap pejabat, pungutan liar, dan penyalahgunaan wewenang tetap menghiasi media hampir setiap pekan.
Dalam kondisi seperti ini, masyarakat kerap merasa lelah, bahkan putus asa. Banyak yang beranggapan bahwa korupsi sudah menjadi budaya, sehingga mustahil diberantas. Padahal, setiap budaya bisa dibentuk dan diubah.Â
Jika korupsi bisa diwariskan dari generasi ke generasi, maka integritas pun bisa ditumbuhkan dan diwariskan dengan cara yang sama. Kuncinya adalah kesadaran kolektif untuk berkata "tidak" pada praktik kotor ini.
Kesadaran kolektif itu tidak lahir begitu saja. Ia tumbuh dari kata yang ditulis, dibaca, lalu mengendap menjadi pengetahuan dan keberanian. Momentum Hari Aksara Internasional yang diperingati setiap 8 September seharusnya tidak hanya dipahami sebagai simbol pemberantasan buta huruf.Â
Lebih dari itu, ia bisa dimaknai sebagai peringatan bahwa literasi adalah sumber perubahan. Tulisan bisa menjadi senjata moral, membongkar praktik busuk birokrasi, sekaligus membangun semangat perlawanan terhadap korupsi.
Dalam konteks inilah, ASN muda memiliki peran strategis. Mereka bukan hanya aparatur yang bekerja melayani publik, tetapi juga generasi baru birokrasi yang lahir di era keterbukaan informasi. Melalui tulisan, ASN muda tidak hanya menyalurkan gagasan, tetapi juga menyulam integritas. Tulisan yang lahir dari hati dan pengalaman nyata bisa lebih tajam dari sekadar jargon atau pidato pejabat.
Harapan ASN Muda untuk Birokrasi Bersih
Birokrasi yang bersih adalah dambaan setiap warga negara. Namun, hingga kini birokrasi di Indonesia masih dianggap berbelit, lamban, dan rawan penyalahgunaan. Harapan terbesar ASN muda adalah menghadirkan birokrasi yang tidak hanya cepat dan efisien, tetapi juga transparan dan berintegritas. Sebuah birokrasi yang benar-benar melayani, bukan dilayani.
Dalam birokrasi masa depan, pungutan liar tidak lagi menjadi cerita yang diwariskan dari satu kantor ke kantor lain. Tidak ada lagi jabatan yang bisa dibeli dengan uang atau kedekatan politik. Harapannya, setiap ASN bisa naik jabatan karena prestasi dan integritas, bukan karena koneksi. ASN muda percaya bahwa birokrasi yang sehat adalah birokrasi yang memberi ruang bagi kompetensi, bukan manipulasi.
ASN muda tumbuh di era keterbukaan informasi dan disrupsi teknologi. Generasi ini terbiasa dengan kecepatan akses, transparansi data, dan partisipasi publik. Dengan latar belakang itu, mereka membawa harapan agar birokrasi Indonesia bisa mengikuti ritme zaman. Tidak ada lagi ruang gelap tempat korupsi bersembunyi, karena semuanya serba terbuka dan bisa diakses publik.
Harapan itu bukan utopia. Sudah ada contoh nyata bahwa birokrasi bisa berbenah. Data dari Kementerian PANRB (2023) menunjukkan, indeks reformasi birokrasi nasional terus meningkat dari tahun ke tahun, meski masih ada disparitas antarinstansi. Capaian ini memberi harapan bahwa perubahan memang mungkin diwujudkan, meski jalannya tidak mudah.