Setelah kita membahas tantangan pendidikan di bagian sebelumnya, kali ini kita beralih ke aspek lain yang tak kalah penting: kesehatan. Pendidikan yang baik tidak akan maksimal jika generasi mudanya tumbuh dalam kondisi gizi buruk atau mengalami stunting.
Berdasarkan BPS Kota Subulussalam Dalam Angka 2025, di tahun 2024 masih terdapat balita dengan gizi kurang dan gizi buruk di hampir semua kecamatan. Kasus bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) pun belum sepenuhnya dapat ditekan.Â
Padahal, kesehatan anak sejak 1.000 hari pertama kehidupan adalah pondasi yang menentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Potret Kesehatan Balita di Subulussalam
Subulussalam adalah kota yang masih berjuang dalam menekan angka stunting. Data BPS menunjukkan bahwa di tahun 2024, persentase balita stunting masih ditemukan di berbagai kecamatan, meskipun ada perbedaan tingkat kasus.
Stunting, atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, sering kali tidak langsung terlihat pada bayi, tetapi mulai tampak pada usia 2 tahun. Dampaknya tidak hanya pada tinggi badan yang lebih rendah, tetapi juga perkembangan otak dan kemampuan belajar.
Selain stunting, masalah gizi kurang dan gizi buruk juga masih menjadi perhatian. Balita gizi kurang biasanya memiliki berat badan di bawah standar untuk usianya, sedangkan gizi buruk adalah kondisi yang lebih parah dan dapat mengancam nyawa jika tidak segera diintervensi.
Kasus bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) di Subulussalam juga perlu mendapat perhatian khusus. Bayi dengan berat di bawah 2.500 gram berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan di kemudian hari, termasuk kerentanan terhadap infeksi dan gangguan perkembangan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan anak di Subulussalam bukan hanya soal penyakit, tetapi juga menyangkut kualitas asupan gizi, perawatan ibu hamil, dan akses layanan kesehatan sejak sebelum kelahiran.
Fasilitas dan Tenaga Kesehatan
Ketersediaan fasilitas kesehatan di Subulussalam terdiri dari rumah sakit umum, puskesmas, klinik, dan posyandu. Namun, distribusinya belum merata di semua kecamatan.
Beberapa kecamatan memiliki puskesmas dengan fasilitas yang memadai, tetapi ada juga yang masih terbatas pada layanan dasar dan rujukan ke kota terdekat untuk penanganan kasus berat.