Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Membaca Subulussalam 2025 (Bagian 3): Stunting, Gizi Buruk, dan Tantangan Kesehatan

13 Agustus 2025   07:00 Diperbarui: 10 Agustus 2025   23:56 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor Wali Kota Subulussalam. (Sumber: disdukcapil.subulussalamkota.go.id) 

Setelah kita membahas tantangan pendidikan di bagian sebelumnya, kali ini kita beralih ke aspek lain yang tak kalah penting: kesehatan. Pendidikan yang baik tidak akan maksimal jika generasi mudanya tumbuh dalam kondisi gizi buruk atau mengalami stunting.

Berdasarkan BPS Kota Subulussalam Dalam Angka 2025, di tahun 2024 masih terdapat balita dengan gizi kurang dan gizi buruk di hampir semua kecamatan. Kasus bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) pun belum sepenuhnya dapat ditekan. 

Padahal, kesehatan anak sejak 1.000 hari pertama kehidupan adalah pondasi yang menentukan kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Potret Kesehatan Balita di Subulussalam

Subulussalam adalah kota yang masih berjuang dalam menekan angka stunting. Data BPS menunjukkan bahwa di tahun 2024, persentase balita stunting masih ditemukan di berbagai kecamatan, meskipun ada perbedaan tingkat kasus.

Stunting, atau kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis, sering kali tidak langsung terlihat pada bayi, tetapi mulai tampak pada usia 2 tahun. Dampaknya tidak hanya pada tinggi badan yang lebih rendah, tetapi juga perkembangan otak dan kemampuan belajar.

Selain stunting, masalah gizi kurang dan gizi buruk juga masih menjadi perhatian. Balita gizi kurang biasanya memiliki berat badan di bawah standar untuk usianya, sedangkan gizi buruk adalah kondisi yang lebih parah dan dapat mengancam nyawa jika tidak segera diintervensi.

Kasus bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR) di Subulussalam juga perlu mendapat perhatian khusus. Bayi dengan berat di bawah 2.500 gram berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan di kemudian hari, termasuk kerentanan terhadap infeksi dan gangguan perkembangan.

Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan anak di Subulussalam bukan hanya soal penyakit, tetapi juga menyangkut kualitas asupan gizi, perawatan ibu hamil, dan akses layanan kesehatan sejak sebelum kelahiran.

Fasilitas dan Tenaga Kesehatan

Ketersediaan fasilitas kesehatan di Subulussalam terdiri dari rumah sakit umum, puskesmas, klinik, dan posyandu. Namun, distribusinya belum merata di semua kecamatan.

Beberapa kecamatan memiliki puskesmas dengan fasilitas yang memadai, tetapi ada juga yang masih terbatas pada layanan dasar dan rujukan ke kota terdekat untuk penanganan kasus berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun