Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Utang Orangtua yang Sudah Wafat, Wajibkah Anak Melunasinya?

5 Agustus 2025   07:00 Diperbarui: 6 Agustus 2025   11:57 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. (Sumber: finansialku.com/Freepik)

Tapi bagaimana kalau tidak ada warisan yang ditinggalkan? Apakah otomatis anak-anak harus membayar utang itu dengan uang mereka sendiri?

Jawabannya: tidak wajib. Hukum tidak memaksa ahli waris untuk membayar utang pewaris jika tidak ada warisan yang ditinggalkan, atau jika ahli waris menolak warisan tersebut.

Namun dalam praktiknya, banyak anak yang tetap memilih untuk melunasi utang orangtua, walau mereka tak menerima sepeserpun warisan. Bukan karena takut hukum, tapi karena moral dan cinta kepada orangtua mereka.

Dalam ajaran Islam, prinsip yang sama juga berlaku. Utang adalah kewajiban yang harus diselesaikan bahkan setelah seseorang wafat. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Jiwa seorang mukmin tergantung pada utangnya hingga utang itu dibayar." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dalam tradisi Islam, utang harus didahulukan dari pembagian warisan. Namun lagi-lagi, bila tidak ada warisan, maka anak-anak tidak secara otomatis menanggung utang tersebut, kecuali mereka menghendaki dengan ikhlas.

Pandangan ini menunjukkan bahwa hukum memang memberi ruang. Tidak ada kewajiban hukum atau agama yang memaksa anak membayar dari kantong pribadinya, selama tidak ada warisan. 

Namun, nilai-nilai etika dan kasih sayang terhadap orangtua sering kali berbicara lebih kuat daripada hitung-hitungan formal.

Antara Kewajiban dan Keikhlasan Anak

Saya masih ingat ketika kami berkumpul di ruang tamu setelah pemakaman ibu. Kami membuka catatan keuangannya satu per satu. Di sana tertulis utang kepada tiga tetangga, satu koperasi, dan satu toko kelontong. Totalnya sekitar tujuh juta rupiah. Tidak besar, tapi bagi ibu, itu mungkin cukup memberatkan.

Kami bertanya pada diri kami masing-masing: siapa yang akan melunasi ini? Kami tahu ibu tidak meninggalkan harta. Rumah yang kami tempati adalah milik bersama, tidak bisa dijual. Tabungannya pun sudah habis untuk biaya pengobatan terakhirnya.

Setelah diskusi panjang, kami memutuskan melunasi utang itu bersama-sama. Kami tidak merasa ini sebagai kewajiban hukum, tapi sebagai bentuk terakhir dari bakti kami. Kami membayarkan utang itu sedikit demi sedikit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun