Di tengah alur perubahan sosial yang kian dinamis, peran perempuan---terutama Aparatur Sipil Negara (ASN)---kian terlihat vital dalam menangani persoalan ketimpangan yang menghimpit sebagian lapisan masyarakat. Salah satu ruang nyata pengabdian ini adalah lewat wadah Dharma Wanita Persatuan (DWP) di bawah payung Kementerian Sosial (Kemensos).Â
DWP, secara konsisten, hadir dengan misi yang menguatkan solidaritas, merajut jaringan pemberdayaan, dan menyentuh secara langsung kebutuhan masyarakat rentan.Â
Salah satu contohnya adalah program Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi) yang menyalurkan bantuan berupa kursi roda, paket sembako, nutrisi, alat sekolah, sampai dukungan kewirausahaan untuk lansia, penyandang disabilitas, dan anak yatim piatu di Yogyakarta (KOMPAS.COM).
DWP sebagai Ekspresi Kepedulian Perempuan ASN
Kehadiran DWP tidak sekadar formalitas administratif. Sebaliknya, ini adalah bentuk nyata komitmen sosial para perempuan ASN yang bersentuhan langsung dengan akar masalah ketimpangan.Â
Mereka bukan lagi sebatas penggerak acara seremonial semata, tetapi figur signifikan dalam menjangkau kelompok yang terpinggirkan.Â
Pilihan strategi pun beragam, murahan secara ritual, tetapi bermakna di jiwa penerima manfaat: dari kursi roda cerebral palsy yang menolong mobilitas penyandang disabilitas di Sleman, hingga paket sembako buat para lansia yang hidup sebatang kara (KOMPAS.COM).
Yang menarik, tubuh DWP menunjukkan karakter kelembutan khas perempuan ASN---empati di atas segala-galanya---tapi bertindak dengan integritas birokrasi. Mereka turun, berdialog, dan menyuarakan narasi ketimpangan dari sisi yang selama ini kurang diekspos.Â
Perspektif mereka menggugah publik agar melihat bahwa upaya penghapusan kemiskinan tak cukup lewat program makro, harus ada sentuhan manusiawi agar dampak terasa langsung.
Dilansir dari KOMPAS.COM, DWP Kemensos tidak berjalan sendiri. Seperti yang terjadi baru-baru ini, mereka menggandeng Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Yogyakarta untuk mewujudkan program Atensi sebagai jaring pengaman sosial yang lebih kuat.
Kolaborasi ini bukan hanya sebatas format acara, tetapi tiga kata kunci utama: responsif, inklusif, dan berkelanjutan. Lewat BBPPKS, para ibu ASN ikut terlibat dalam kegiatan sosial seperti parenting, penyuluhan, bazar, dan pengajian---yang dirancang untuk memperkaya keterlibatan masyarakat lokal.
Lebih jauh lagi, ini menunjukkan keberanian DWP menembus ruang-ruang yang selama ini identik dengan struktur birokrasi kaku. Mereka membuat nursery parenting bagi orangtua, bazar murah dalam bulan Ramadhan, dan santunan anak yatim sebagai praktik keberlanjutan.Â