Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Gaya Hidup Hijau, Cuma Gimik?

24 April 2025   08:41 Diperbarui: 24 April 2025   08:41 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gaya hidup yang ramah terhadap lingkungan dan energi  (Sumber: https://dewankosmik.jendeladbp.my/2024/01/12/10357/)

Banyak dari kita merasa sudah cukup karena telah mengambil langkah kecil. Padahal, perubahan besar membutuhkan konsistensi, bukan hanya euforia tahunan. Gaya hidup hijau bukan sekadar "checklist" kegiatan Hari Bumi. Ia adalah proses panjang yang menantang kenyamanan, menuntut disiplin, dan kadang memaksa kita untuk berkata "tidak" pada banyak hal yang kita sukai.

Salah satu contoh nyata adalah konsumsi listrik. Di tengah imbauan hemat energi, banyak rumah tangga masih menyalakan AC seharian, membiarkan charger menempel terus-menerus, dan membeli alat elektronik baru hanya karena tren, bukan kebutuhan. Padahal, penggunaan energi yang berlebihan berdampak langsung pada emisi karbon yang memicu krisis iklim.

Begitu pula dengan penggunaan air. Meskipun kita tahu air adalah sumber daya yang terbatas, masih banyak kebiasaan membiarkan keran menyala saat menggosok gigi, atau menggunakan air berlebihan untuk mencuci kendaraan. Hal-hal kecil ini, jika dikumpulkan secara masif, menjadi beban besar bagi bumi.

Kita juga sering melupakan bahwa konsumsi adalah inti dari masalah lingkungan. Produk ramah lingkungan bukan solusi kalau dibeli berlebihan. Bahkan barang "eco-friendly" pun tetap membutuhkan energi, sumber daya, dan proses produksi. Pilihan yang benar-benar ramah lingkungan adalah membeli lebih sedikit, menggunakan lebih lama, dan menghindari konsumsi impulsif.

Dalam konteks ini, kita perlu membangun gaya hidup ramah lingkungan yang bukan hanya terlihat, tapi sungguh terasa dampaknya. Bukan hanya soal membawa botol minum, tapi juga soal mengurangi pembelian air dalam kemasan. Bukan sekadar pakai tote bag, tapi juga soal berhenti belanja impulsif setiap akhir pekan.

Kita juga harus sadar bahwa perubahan besar tidak akan terjadi hanya dari aksi individu. Aksi kolektif dan tekanan terhadap kebijakan publik jauh lebih penting. Mengadvokasi aturan pelarangan plastik, mendorong transparansi industri dalam produksi berkelanjutan, hingga ikut memilih pemimpin yang punya komitmen lingkungan adalah bagian dari gaya hidup hijau yang sesungguhnya.

Hari Bumi bukan sekadar seremoni tahunan. Ia adalah pengingat bahwa bumi tidak bisa terus-menerus menopang gaya hidup manusia yang tak terkendali. Kita tak bisa terus membayar "dosa" konsumtif kita dengan langkah kecil semata. Dunia butuh perubahan pola pikir, bukan sekadar tren gaya hidup.

Saatnya kita bertanya: apakah gaya hidup hijau yang kita jalani benar-benar berdampak? Atau hanya membuat kita merasa nyaman tanpa berubah apa-apa? Karena pada akhirnya, bumi tidak peduli seberapa mahal tas belanja kita, seberapa lucu tumbler yang kita bawa, atau seberapa banyak pohon yang kita tanam untuk difoto.

Yang dibutuhkan bumi hanyalah kesungguhan. Dan kesungguhan itu dimulai bukan dari yang tampak, tapi dari yang tersembunyi: niat, kebiasaan, dan pilihan yang kita ambil setiap hari, bahkan ketika tidak ada yang melihat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun