Bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kekominfo) Republik Indonesia, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) DR. KH. EZ. Muttaqien, Purwakarta, sukses menggelar kegiatan "Seminar Literasi Digital Sektor Perguruan Tinggi" yang bertempat di Aula, pada hari Sabtu (18/02/23).
Kegiatan tersebut pun dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari berbagai Program Studi yang ada di STAI Muttaqien. Adapun mengenai tema seminar yang diusung yaitu berjudul "Moderasi Beragama dalam Media Sosial". Seminar Literasi Digital tadi juga diisi oleh beberapa narasumber yang bukan dari STAI Muttaqien saja, tetapi juga seperti dari AKMALI Foundation, Relawan TIK Jawa Barat, serta dimoderatori oleh Ernawati, selaku Pegiat Literasi Digital.
Dr. Surya Hadi Dharma, M.Ud (Waka 111 Bidang Kemahasiswaan), menuturkan pula bahwa moderasi beragama itu merupakan sikap yang memang tidak terlalu ekstrim kanan (radikalis) atau ekstrim kiri (liberalis).
"Mengapa harus ada moderasi dalam beragama? Karena setiap manusia pada umumnya di Indonesia harus memiliki agama yang dilandasi dengan Pancasila yang ke-1 yaitu ketuhanan yang maha esa. Moderasi sendiri dapat diartikan dengan pertengahan, sedangkan agama adalah sebuah keyakinan. Jadi moderasi agama ini adalah bersikap dimana diri tidak terlalu ekstrim kanan dan juga ektrim kiri, tidak ektrim dan tidak juga liberal. Akan tatapi bagaimana cara menumbuhkan dalam diri selalu merasa benar dengan agama/keyakinannya akan tanpa harus menyalahkan kepercayaan orang lain",tuturnya pada para peserta.
Kemudian juga, Akmal Attarik (Founder AKMALI Foundation), yang membahas mengenai literasi digital, dimana hal mau tidak mau kita sebagai masyarakat akan bersentuhan dengan hal yang berbau digital. Ia pun menambahkan mengenai 4 pilar literasi digital menurut versi Kominfo.
"Ada 4 pilar literasi digital versi Kominfo, yaitu digital skills, digital culture, digital ethics dan digital safety. Yang akan dibahas pada kesempatan kali ini adalah digital ethics, yaitu kemampuan menyadari, mempertimbangkan dan mengembangkan tata kelola digital dalam kehidupan sehari-hari. Mengapa harus ethics? Revolusi industri 4.0 mendorong disrupsi teknologi digital secara tidak langsung sangat mempengaruhi masyarakat", ungkapnya.
Selanjutnya, Muh. Nurfajar Muharom (Ketua Relawan TIK Jawa Barat), memaparkan secara jelas bahwa dalam penggunaan hal yang berkaitan dengan digital memang ada dampak positif dan negatifnya. Maka dari itu, kita perlu mengetahui dan bijak dalam penggunaannya.
"Dalam menggunakan digital kita ini perlu mengetahui dampak positif dan negatif dari digital itu sendiri. Penggunaan secara bijak dalam penggunaan digital sangat bermanfaat bagi kita pribadi bahkan untuk banyak orang. Begitu pula sebaliknya penggunaan yang tidak bijak dalam memanfaatkan digital ini dapat menimbulkan kerugian bagi banyak orang. Hal yang paling berbahaya dalam internet adalah karena kita tidak pernah sadar bahwa kita dalam bahaya.
Jangan terlalu terbuka mengenai identitas diri dalam digital, kita dapat melakukan 3 cara diantaranya:
- Identifikasi aset digital yang dimiliki
- Proteksi akun digital kita dengan cara;
- Mendeteksi insiden terkait keamanan digital", paparnya kepada kami.
Intinya dari seminar literasi digital ini dapat kita petik/simpulkan betapa pentingnya mengetahui dampak positif atau negatif dari penggunaan digital, harus lebih berhati-hati dalam berkata ataupun berucap dalam digital karena yang kita anggap bebas itu justru akan lebih terlihat/mencolok karena dilihat oleh orang banyak.
Penulis: Nur Afifah