Mohon tunggu...
Danu Yanuar Saputra
Danu Yanuar Saputra Mohon Tunggu... Sarjana Ilmu Pemerintahan Fisip Unpad, Magister Terapan Ilmu Pemerintahan Pascasarjana IPDN

Sebagai Pembelajar, Pembaca, Pemikir, dan Peneliti.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Robert G. Ingersoll: Orator Kebebasan, Sang "Great Agnostic", dan Warisan Pikiran Merdeka

11 Agustus 2025   11:37 Diperbarui: 11 Agustus 2025   11:37 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Dari panggung lecture circuit hingga arsip digital abad ke-21, ia menyalakan lentera nalar di tengah kabut dogma.

Robert Green Ingersoll, lahir pada 11 Agustus 1833, adalah sebuah fenomena retorika yang menyeberangi batas zamannya. Ia bukan sekadar pengacara atau veteran Perang Saudara; ia adalah penggubah nada baru dalam musik wacana publik---nada yang memuliakan kebebasan berpikir, keberanian berbicara, dan kehalusan etika kemanusiaan. Julukan "The Great Agnostic" yang disematkan padanya bukan sekadar provokasi, melainkan deklarasi bahwa nalar dan belas kasih lebih layak dijadikan fondasi moral daripada doktrin yang beku.

Dilahirkan di Dresden, New York, dalam keluarga pendeta, ia tumbuh di persimpangan antara kitab suci dan pertanyaan tak berjawab. Pendidikan formalnya terbatas, namun ingatan yang tajam, keluwesan logika, dan humor yang lincah menjadikannya bintang di panggung lecture circuit Amerika. Dari Peoria hingga New York, ribuan orang mendengar pidatonya yang meruntuhkan dinding dogma tanpa meruntuhkan martabat pendengarnya. Naskah-naskah yang kini tersimpan di Library of Congress memperlihatkan konsistensi tematik yang mengagumkan: kritik terhadap dogma religius, pembelaan hak-hak sipil, dukungan pada kesetaraan gender, penolakan terhadap hukuman mati, dan perlawanan terhadap rasisme.

Baginya, kebebasan berpikir bukan sekadar hak, melainkan kewajiban moral. "Man who does not do his own thinking is a slave," ujarnya---dan itu bukan kalimat untuk memancing tepuk tangan, melainkan peringatan agar manusia menjaga kemerdekaan batinnya dari rantai otoritas buta. Dalam esai Some Mistakes of Moses, ia mengupas kitab suci bukan sebagai relik sakral, tetapi sebagai dokumen sejarah yang patut diuji. Ia menolak untuk menghina iman pribadi, namun tak segan membongkar doktrin yang memelihara ketakutan dan menormalisasi kekejaman.

Retorika Ingersoll adalah panggung bagi humor satirik yang menyelinap di sela argumen keras. Ia meminjam bahasa sehari-hari untuk menyampaikan ide besar, menggabungkan kisah sejarah dengan logika yang tak mudah ditampik. Ia tidak memposisikan dirinya sebagai penghancur iman, melainkan sebagai penjaga pintu kebebasan nalar. Frasenya---seperti "liberty of man, woman, and child"---membuat kritiknya terdengar sebagai ajakan moral, bukan sekadar polemik.

Warisan Ingersoll berdiam dalam dua dunia. Di satu sisi, ia menghidupkan kembali semangat free thought dan humanisme sekuler di Amerika, membela tokoh-tokoh seperti Thomas Paine yang sebelumnya dikaburkan sejarah. Di sisi lain, ia meninggalkan warisan metodologis: bahwa skeptisisme dapat berjalan beriringan dengan komitmen tulus pada kemanusiaan. Arsip-arsip pidatonya, kini tersedia luas di Project Gutenberg, menjadi semacam manual terbuka tentang bagaimana menggabungkan kecerdasan analitis dengan karisma moral.

Tentu, sikapnya yang gamblang terhadap agama membangkitkan perlawanan dari kelompok-kelompok religius---bahkan sampai hari ini. Namun penolakan itu justru menjadi bukti bahwa ia membicarakan hal-hal yang menembus ruang nyaman, hal-hal yang menguji bukan hanya iman, tetapi juga keberanian untuk mendengarkan.

Semangatnya dapat dirangkum dalam semboyan-semboyan baru yang lahir dari nadinya sendiri:

"Merdeka Berpikir, Bermartabat Berucap."

"Pertanyakan, Bukan Menghujat; Pikirkan, Bukan Meniru."

"Berani Mempertanyakan; Berempati dalam Menjawab."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun