Mohon tunggu...
Listiyani
Listiyani Mohon Tunggu... Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

mahasiswa jurusan pendidikan guru sekolah dasar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengembangan Food Estate Berkelanjutan: Studi Kasus Era Presiden Prabowo dalam Konteks Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat

11 Juni 2025   14:55 Diperbarui: 11 Juni 2025   14:55 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Latar Belakang

Food Estate (lumbung pangan) merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan Kawasan produksi pangan skala besar sebagai Solusi terhadap ketergantungan impor pangan dan meningkatkan ketahanan pangan nasonal. Namun, di era pemerintahan Jokowi, program ini dinilai gagal mencapai target karena mengalami berbagai kendala, di antaranya banyak lahan terbengkalai, Tingkat produksi yang rendah, dan tantangan ekologis seperti konversi lahan gambut yang kurang cocok untuk pertanian intensif. Dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI bersama Kementerian Pertanian pada 5 November 2024 lalu, permasalahan ini menuai sorotan dalam pembahasan rencana program kerja prioritas Kementerian Pertanian tahun 2025. Anggota Komisi IV DPR RI, Rokhmin Dahuri, mendukung secara konseptual program cetak sawah dalam food estate untuk swasembada pangan, namun ditekankan bahwa perlu pendekatan ilmiah dalam pemilihan lokasi dan penerapan teknologi agar kegagalan program ini tidak terulang kembali.

Di bawah pemerintahan Prabowo, Kementerian Pertanian melanjutkan dan memperluas program food estate dengan target meningkatkan produksi pangan nasional dan mencapai swasembada dalam 3-4 tahun ke depan. Presiden Prabowo menugaskan Kementerian Pertanian untuk mempercepat program cetak sawah seluas 3 juta hektare di Merauke, Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, melaporkan bahwa program ini sudah dimulai di Merauke dan Kalimantan Tengah, dengan rencana ekspansi lebih lanjut ke Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Sumatera Selatan.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep food estate di era Presiden Prabowo?

2. Faktor – Faktor apa saja yang menghambat food estate di era Presiden Prabowo?

3. Dampak apa saja yang timbul dari implementasi di era presiden Prabowo?

4. Solusi berkelanjutan seperti apa saja yang dapat ditawarkan untuk mengatasi tantangan dan memaksimalkan potensi di era Presiden Prabowo?

Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep food estate di era Presiden Prabowo

2. Untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang menghambat food estate di era Presiden Prabowo

3. Untuk mengetahui dampak apa saja yang timbul dari implemtasi di era Presiden Prabowo

4. Untuk mengetahui solusi berkelanjutan seperti apa saja yang dapat ditawarkan untuk mengatasi tantangan dan memaksimalkan potensi di era Presiden Prabowo

Pembahasan

A. Konsep food estate di era Presiden Prabowo

Food estate (lumbung pangan) merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan kawasan produksi pangan skala besar sebagai solusi terhadap ketergantungan impor pangan dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Di Indonesia, konsep food estate diistilahkan dengan lumbung pangan. Indonesia memiliki sejarah yang panjang mengenai food estate. Hal tersebut dapat dilihat pada masa Presiden Soeharto melalui Keputusan Presiden Nomor 82/95 tahun 1995 mengenai pembangunan lahan food estate dan Pengembangan lahan gambut di Kalimantan Tengah (Ananta, 2023).

Lumbung Pangan adalah gagasan yang muncul pada Juli 2020 oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Wiswayana & Pinatih, 2020). Program food estate merupakan bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024 (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2022). Program food estate sebagai Program Strategis Nasional bertujuan untuk memperkuat keamanan pangan. Terdapat berbagai inovasi teknologi dan pengembangan kelembagaan serta infrastruktur dalam pengelolaannya. Presiden Joko Widodo memberikan arahan pengawasan langsung dalam pengembangan program lumbung pangan dengan perluasan lahan di beberapa daerah di Indonesia.

B. Faktor-Faktor yang menghambat food estate di era Presiden Prabowo

Berbagai kendala dalam pencapaian target lahan pada program lumbung pangan di Kalimantan Tengah, khususnya di Kabupaten Pulang Pisau dan Kabupaten Kapuas, terlihat dari peningkatan produktivitas dan pengembangan komoditas, seperti yang dilaporkan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2022). Fokus utama pengembangan komoditas di kedua daerah tersebut adalah padi yang ditanam di lahan gambut yang bukan merupakan kawasan hutan. Sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono, kawasan ini menjadi bagian dari program lumbung pangan. Namun, ribuan hektare sawah yang ditargetkan tidak menghasilkan panen yang optimal karena baru saja dilakukan penanaman. Lahan gambut yang seharusnya menjadi ladang panen malah rusak, yang berakibat pada deforestasi dan kegagalan program food estate secara keseluruhan, serta menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi bagi masyarakat setempat (Baringbing, 2021).

Beberapa hambatan utama yang menghalangi pencapaian program tersebut antara lain kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, alur informasi yang tidak jelas, infrastruktur yang masih terbatas seperti irigasi yang harus dibangun, serta lahan yang belum siap karena banyaknya akar dan kayu yang belum dibersihkan. Selain itu, program ekstensifikasi yang tidak berjalan efektif dan perubahan pola tanam yang tidak sesuai juga menjadi tantangan. Selain padi, komoditas singkong juga menjadi fokus dalam program food estate di Kalimantan Tengah, namun menghadapi masalah perencanaan yang kurang matang dan ketidaksesuaian lahan.

Program food estate sudah dilaksanakan cukup lama, namun beberapa daerah masih menghadapi hambatan dalam mencapai target yang ditetapkan, menyebabkan munculnya rasa skeptis di kalangan masyarakat terkait keberhasilan program ini. Salah satu hambatan terbesar adalah kurangnya dukungan masyarakat dan perencanaan yang buruk, yang menyebabkan pelaksanaan program menjadi tidak efektif. Kerugian sosial dan ekonomi yang dialami juga menjadi alasan utama keraguan masyarakat terhadap program ini.

Faktor hambatan dalam program food estate di Indonesia dapat berasal dari masalah lingkungan maupun faktor manusia. Bisa dikatakan bahwa food estate bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi krisis pangan di Indonesia, karena masalah utama pangan di negara ini lebih berkaitan dengan distribusi, infrastruktur, dan manajemen distribusi yang kurang baik. Selain itu, daya beli masyarakat Indonesia yang rendah dan harga pangan yang tinggi menjadi tantangan besar. Keterbatasan teknologi dan inovasi dalam pengelolaan lahan food estate juga menjadi hambatan. Banyak lahan yang digunakan dalam program food estate adalah lahan gambut yang memiliki kualitas buruk, yang berujung pada deforestasi dan kerugian lingkungan dalam jangka panjang. 

Berbagai faktor yang menjadi hambatan diantaranya kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan program yang menyebabkan terdapatnya alur informasi yang tidak diketahui, infrastruktur seperti irigasi yang masih tidak memadai dan harus dibangun, lahan yang belum siap karena masih banyak akar dan kayu yang belum dibersihkan, program ekstensifikasi yang tidak berjalan secara efektif, dan perubahan pola tanam yang tidak sesuai (Rasman et al., 2023). Selain padi, daerah Kalimantan Tengah juga menjadi program food estate dengan fokus komoditas singkong yang juga mengalami tantangan akibat perencanaan yang belum maksimal dan lahan yang tidak sesuai.

Program food estate telah dilaksanakan sejak lama. Dalam beberapa daerah, terdapat pula tantangan dan hambatan dalam mencapai target yang telah ditetapkan. Sehingga, terdapat rasa skeptis dari masyarakat mengenai keberhasilan dari program ini. Salah satu faktor hambatan terbesar food estate terdahulu adalah tidak adanya dukungan dari masyarakat dan kurangnya perencanaan sehingga menyebabkan pelaksanaan program yang kurang efektif. Keraguan masyarakat juga dikarenakan akibat kerugian secara sosial maupun ekonomi.

C. Dampak yang timbul dari implemtasi di era presiden Prabowo

Pelaksanaan proyek food estate di berbagai wilayah Indonesia telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, berdampak pada masyarakat lokal dan ekosistem secara keseluruhan. Bagi masyarakat setempat, food estate menyebabkan penurunan daya dukung lingkungan yang memicu terjadinya banjir di daerah-daerah yang sebelumnya tidak terdampak banjir, seperti di Kalimantan Tengah dan Papua. Selain itu, proyek ini juga mengancam keberadaan hutan adat yang merupakan bagian penting dari identitas budaya masyarakat adat, seperti yang terjadi di Sumatera Utara. Kehilangan hutan adat tidak hanya berdimensi ekonomi dan ekologis, tetapi juga merugikan masyarakat lokal dengan menghilangkan sumber penghidupan mereka. Kerusakan ruang hidup semakin parah dengan kegagalan food estate dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama karena kurangnya perhatian terhadap tata kelola pertanian. Akibatnya, masyarakat di Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Papua mengalami penurunan pendapatan.

Dampak proyek ini juga meluas pada spesies non-manusia dan ekosistem secara keseluruhan dengan dampak yang bersifat multi-skala dan berjangka panjang. Banjir yang terjadi di Kalimantan Tengah dan Papua tidak hanya mempengaruhi manusia, tetapi juga mencerminkan kerusakan ekologis yang serius yang bisa berpengaruh pada skala lokal dan regional. Di tingkat global, food estate berpotensi mengurangi keanekaragaman hayati dan memperburuk krisis iklim dengan melepaskan emisi karbon. Alih fungsi lahan di kawasan hutan, seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah, selain mengancam habitat orangutan Kalimantan, juga berpotensi menghasilkan emisi karbon yang setara dengan 90.349 mobil yang menempuh jarak 19 ribu kilometer per tahun. Oleh karena itu, rencana untuk mengubah fungsi lahan seluas 1,7 juta hektare untuk proyek food estate dapat menghasilkan emisi karbon yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang sudah terjadi.

D. Solusi berkelanjutan untuk mengatasi tantangan dan memaksimalkan potensi di era Presiden Prabowo

Program food estate, yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, harus dijalankan dengan perencanaan yang matang dan eksekusi yang cermat agar tidak mengulangi kegagalan dari proyek serupa di masa lalu. Program ini memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan impor pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani lokal. Namun, berbagai tantangan dalam implementasinya harus diantisipasi dengan baik agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan maupun sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Dalam hal ini, DPR RI, khususnya Komisi IV, memiliki peran strategis dalam mengawal kebijakan dan memastikan program ini berjalan secara berkelanjutan. Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah mendorong pemerintah untuk menerapkan strategi berbasis kajian ilmiah dan pendekatan yang lebih partisipatif, melibatkan para ahli, akademisi, serta komunitas petani lokal. Dalam hal ini, DPR RI, khususnya Komisi IV, memiliki peran strategis dalam mengawal kebijakan dan memastikan program ini berjalan secara berkelanjutan. Salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah mendorong pemerintah untuk menerapkan strategi berbasis kajian ilmiah dan pendekatan yang lebih partisipatif, melibatkan para ahli, akademisi, serta komunitas petani lokal. Ada beberapa aspek krusial yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan food estate

1. Evaluasi menyeluruh kesesuaian lahan

Pemanfaatan lahan, terutama di kawasan gambut dan rawa, harus mempertimbangkan faktor lingkungan dan daya dukung tanah. Evaluasi berbasis data ilmiah sangat diperlukan untuk menghindari degradasi ekosistem yang dapat menghambat produktivitas pertanian dalam jangka panjang.

2. Optimalisasi infrastruktur dan distribusi

Infrastruktur pertanian, seperti sistem irigasi, jalan penghubung, serta sarana penyimpanan dan pengolahan hasil panen, perlu ditingkatkan. Selain itu, distribusi hasil produksi ke daerah terpencil harus diperbaiki agar tidak terjadi ketimpangan pasokan pangan antara wilayah.

3. Pemberdayaan petani lokal dan transfer teknologi

Program ini tidak boleh hanya mengandalkan investasi besar dari perusahaan, tetapi juga harus memperkuat posisi petani lokal sebagai aktor utama dalam produksi pangan. Pelatihan teknis, akses terhadap alat dan teknologi pertanian modern, serta skema insentif yang adil harus diberikan agar petani dapat meningkatkan produktivitasnya tanpa bergantung pada pihak eksternal.

Dengan pendekatan yang lebih inklusif dan berbasis keberlanjutan, diharapkan food estate dapat menjadi solusi nyata bagi ketahanan pangan nasional tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Penutup

Food estate (lumbung pangan) merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan kawasan produksi pangan skala besar sebagai solusi terhadap ketergantungan impor pangan dan meningkatkan ketahanan pangan nasional. Di Indonesia, konsep food estate diistilahkan dengan lumbung pangan. Beberapa hambatan utama yang menghalangi pencapaian program tersebut antara lain kurangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, alur informasi yang tidak jelas, infrastruktur yang masih terbatas seperti irigasi yang harus dibangun, serta lahan yang belum siap karena banyaknya akar dan kayu yang belum dibersihkan. Selain itu, program ekstensifikasi yang tidak berjalan efektif dan perubahan pola tanam yang tidak sesuai juga menjadi tantangan. Selain padi, komoditas singkong juga menjadi fokus dalam program food estate di Kalimantan Tengah, namun menghadapi masalah perencanaan yang kurang matang dan ketidaksesuaian lahan.

Pelaksanaan proyek food estate di berbagai wilayah Indonesia telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, berdampak pada masyarakat lokal dan ekosistem secara keseluruhan. Bagi masyarakat setempat, food estate menyebabkan penurunan daya dukung lingkungan yang memicu terjadinya banjir di daerah-daerah yang sebelumnya tidak terdampak banjir, seperti di Kalimantan Tengah dan Papua.

Program food estate, yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, harus dijalankan dengan perencanaan yang matang dan eksekusi yang cermat agar tidak mengulangi kegagalan dari proyek serupa di masa lalu. Program ini memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan impor pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani lokal. Namun, berbagai tantangan dalam implementasinya harus diantisipasi dengan baik agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan maupun sosial-ekonomi masyarakat setempat.

Kelompok: 1

Anggota Kelompok:

1. Sekar Puspitasari (2227220044)

2. Listiyani (2227220048)

3. Sofiyatu Zahroh (2227220054)

4. Nur Haliza (2227220056)

5. Reva Nakhwa Dhiya (2227220076)

Nama Dosen: Anggi Rahmani, M.Pd.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun