Mohon tunggu...
Listhia H. Rahman
Listhia H. Rahman Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Ahli Gizi

Lecturer at Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Holistik ❤ Master of Public Health (Nutrition), Faculty of Medicine Public Health and Nursing (FKKMK), Universitas Gadjah Mada ❤ Bachelor of Nutrition Science, Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro ❤Kalau tidak membaca, bisa menulis apa ❤ listhiahr@gmail.com❤

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Cerita di Masjid Jogokariyan: Takjil yang Ribuan sampai Nominal Infak yang Bikin Takjub!

13 Mei 2019   12:29 Diperbarui: 13 Mei 2019   23:36 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampoeng Ramadan Jogokariyan | photo by : tika

Masjid itu bernama Jogokariyan, masjid yang terus dibicarakan orang dimana-mana dan makin terkenal karena viral di media sosial.

Alhamdulilah, menjalani tahun ke-2 berpuasa di Jogja ternyata selalu membawa saya ke tempat ini. Tempat yang sering dibicarakan orang karena beberapa keistimewaan yang fenomenal, seperti soal takjil yang mencapai ribuan porsi. Bahkan kabar soal masjid ini pun sudah mencapai level dunia, go international!

Berkenalan dengan Jogokariyan

Berawal dari sebuah langar kecil di Kampung Pinggiran Selatan Yogyakarta, Masjid Jogokariyan terus berusaha membangun Umat dan menyejahterakan masyarakat-dikutip dari website profil Masjid Jogokariyan

Rasanya baru tahun kemarin, saya datang untuk pertama kali bersama ketiga teman saya ke sini. Ternyata hari ini, sudah berjumpa lagi dengan bulan puasa di tahun yang berbeda. Ada rasa tidak menyangka, ternyata bulan puasa kedua saya di Jogja masih berkesempatan untuk datang kembali. Ya,meski saya hanya datang dengan seorang sahabat saya saja, berdua. Tidak seperti tahun lalu.

Masjid ini rupanya pandai membuat rindu. Seperti mengandung magnet yang membuat ingin datang lagi. 

Membayar Rindu di Jogokariyan
Tepat di puasa ke-5, saya datang kembali ke masjid ini. Sengaja karena bertepatan dengan hari itu (hari Jumat) adalah hari dimana saya memiliki jadwal sanggar, yang bertempat tidak jauh dari masjid di daerah Mantrijeron tersebut.

Saya berangkat dari kos di sekitar galeria, kurang lebih untuk menuju sana tidak sampai 7 kilometer yang harus saya tempuh (melalui jalan Brigjen Katamso). Sekitar 16 menitan, jika kondisi lalu lintas sedang lengang. Hanya saja waktu itu saya baru berangkat pukul 4 sore, dimana lalu lintas memang belum ramai tetapi tidak juga sepi. Jadilah saya dan sahabat saya memerlukan waktu hampir setengah jam untuk mencapai lokasi.

Alhamdulilah, memang tidak sulit untuk mencapai masjid ini. Apalagi rute menuju lokasi adalah lokasi yang sering saya lalui ketika menuju tempat latihan. Kira-kira hanya dua kilomeran saja jika menarik titik lokasi dari sanggar saya berada.

Lampion-lampion yang menghiasi sepanjang jalan menuju Masjid | photo by tika
Lampion-lampion yang menghiasi sepanjang jalan menuju Masjid | photo by tika
Seperti tahun lalu, saya memarkirkan motor di sekitar tempat futsal. Tidak perlu khawatir soal keamanan, penjaga prakir ada sampai malam. Untuk mencapai masjid, saya harus berjalan kaki. Tidak masalah, apalagi bukan hanya saya saja yang harus berjalan kaki, ramai-ramai bersama pengunjung lainnya.

Sepanjang perjalanan, ada banyak makanan/minuman untuk berbuka yang disajikan. Eits, tetapi tidak gratis ya untuk yang ini. Berbayar alias kamu harus beli sendiri. Ada berbagai jajanan yang ditawarkan, mulai dari gorengan, bakso tusuk, cilok, es dawet, thai tea, pecel mie, sempol dan teman-teman lainnya yang menggoda selera.

Sebelum benar-benar sampai lokasi masjid, bolehlah kamu membeli jajanan seperti minuman dingin untuk dibawa ke masjid sebagai tambahan teman berbuka. Disebut tambahan karena nantinya kamu juga akan mendapat sepaket takjil dari mulai makanan berat, minum, buah dan camilan seperti kurma.

Momen-momen yang Membuat Candu di Jogokariyan
Sekitar pukul 5 lebih sedikit saya mencapai lokasi masjid. Waktu yang sebentar lagi mendekati berbuka membuat banyak masyarakat sudah nampak duduk rapi dengan takjil dihadapannya. Menunggu berbuka sambil mendengarkan kajian yang sedari awal saya datang memang sudah dimulai.

Ribuan takjil itu diletakan di atas meja panjang. Hari itu menu yang disajikan adalah nasi dengan galantin dan beberapa iris sayur wortel, kentang dan buncis. Juga tak lupa kerupuk di atasnya. Buah yang disediakan waktu itu adalah buah jeruk dan tiga buah kurma. saya tidak mengambil minuman yang disediakan masjid, karena saya sudah membawa minuman lidah buaya yang dibeli saat berjalan kaki.

Setelah mendapat takjil, saya memutuskan untuk menuju lantai atas saja. Sebab di bawah sudah banyak orang duduk dan rasanya sulit mendapat celah meski saya datang hanya berdua. Ya, tidak usah khawatir tidak kebagian tempat, ya. Sampai menuju buka, lantai atas lama-lama jadi penuh juga. Membuat suasana makin terasa kebersamaannya.

Takjil di Masjid Jogokariyan di hari ke-5, ciloknya beli sendiri ya itu gess | dokpri
Takjil di Masjid Jogokariyan di hari ke-5, ciloknya beli sendiri ya itu gess | dokpri
Waktu buka tiba. Kami berdoa bersama-sama lalu menyantap takjil yang sama bersama-sama pula. Momen yang membuat rindu berbuka disini. Candu, yakin.

Takjil Ribuan dan Jumlah Infak yang Puluhan Juta
Sudah membatalkan puasa, saya melanjutkan untuk salat maghrib. Tidak perlu takut ketinggalan, sebab ada dua gelombang salat maghrib yang ditawarkan. Jangan lupa ambil wudu.

Mumpung di masjid Jogokariyan dan jadwal sanggar yang masih dua jam lagi, akhirnya saya memutuskan untuk salat tarawih sekalian saja. Meski harus jadi sendirian, karena sahabat saya sedang berhalangan. Tidak benar-benar sendiri sih, kan ada jamaah lainnya juga. Hehe.

Banyak temennya | dokpri
Banyak temennya | dokpri
Saya menuju lantai bawah saja. Menjelang isya, jamaah sudah berjejer rapi. Saya mulai mencari posisi, di barisan nomor dua dari belakang. Hari itu saya tidak membawa sajadah. Untunglah ibu di sebelah kanan saya tiba-tiba mengelar sajadahnya menjadi horizontal, saya jadi ikut kebagian. Terima kasih,Ibu.

Sambil menyapu pandangan, ternyata tidak jauh dari saya duduk ada yang membuat saja jadi takjub. Laporan infak yang di tempel di sebuah tiang yang hanya berjarak tak sampai dua meter itu membuat saya merinding. Baru hari ke-5 ternyata nominalnya sudah mencapai puluhan juta, sekitar 25 jutaan! Masya Allah.

Infak Masjid | dokpri
Infak Masjid | dokpri
Di tengah ketakjuban saja, tiba-tiba seorang ibu-ibu mengajak saya mengobrol. Ibu di sebelah kiri saya, dengan motif mukena bunga-bunga merah. Selanjutnya akan saya sebut dengan 'si Ibu',ya.

"Mbak, rumahnya dimana?"
"Saya ngekos, Bu. Dekat galeria"

Mendengar hal tersebut, si Ibu kelihatan sedikit kaget. Ya, wajar saja sih apalagi saya yang kelihatannya datang sendirian.

"Sengaja, ya?"
"Iya Ibu, Sengaja. Tadi juga ikut berbuka disini. Tadi saya kesini sama teman, tetapi karena berhalangan jadi pulang duluan"
Belum banyak percakapan kami, tiba-tiba si Ibu menawarkan yang lain, "Yasudah bobok di Ibu saja.."

Orang-orang di Jogja memang baiknya kelewatan. Ternyata dugaan saya benar, si Ibu adalah benar warga sekitar Jogokoriyan. Salah seorang warga yang juga berperan dalam menyediakan ribuan porsi takjil di Masjid ini. 

"Tadi menu takjilnya apa?" tanya beliau.
"Galantin,Bu"

Karena ada hal yang membuat penasaran saya pun gantian mengajukan pertanyaan, "Bu, menunya selalu berkuah,yah?"

Meski saya baru dua kali menjajal buka disini, ada persamaan yang sangat jelas terlihat yaitu makanan yang mengandung kuah sih

"Oh,iya mbak. Kan kalau berkuah gak bikin seret"

Mumpung bertemu dengan warga Jogokariyan, pertanyaan yang selama ini hanya saya duga akhirnya mendapat jawaban pasti. Seperti jumlah porsi yang ternyata bisa mencapai 3000-an lebih. Jadi pantas saja, orang-orang yang datang menjelang maghrib tetap kebagian. Juga tentang siapa yang memasakanya, yang terungkap bahwa tugas ini dipercayakan per-dasawisma.

"Bisa ya Bu, 3000-an porsi?"
"Alhamdulilah,bisa Mbak."

Selain membahas per-takjil-an, pembahasan yang tak kalah menarik adalah perihal infak. Laporan infak yang membuat siapa saja jadi takjub.

"Tuh Mbak, Baru 5 hari infaknya sudah segitu"

Saya memandangi lagi kertas putih yang menepel pada tiang, yang tidak jauh dari hadapan saya berada itu, "Iya ya bu"

"Masya Allah, Luar biasa", batin saya.

Tidak hanya berhenti di takjil untuk berbuka, saat tarawih para jamaah juga mendapat gratis minum, lho. Untuk jumlah rakatnya ada 11 sudah dengan witir (2-2-2-2-3) dan kultum dilakukan setelah isya sebelum salat tarawih.

Jika ditambahkan dari berita seperti yang saya baca dari laman kompas.com, kabarnya alas kaki dan kendaraan jamaah yang hilang di masjid akan diganti sesuai dengan harganya. Duh, benar-benar istimewa.

Selain rindu, Jogokariyan memang pandai membuat cerita. Mudah-mudahan ada waktu kita bertemu kembali. Aamiin. Silakan datang untuk membuktikannya sendiri. Bukan tanggung jawab saya, jika ingin datang lagi.

Salam,
Listhia H. Rahman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun