Saya telah mengenal jagung sejak kecil.
Saat masih di sekolah dasar, saya hanya mengetahui bahwa jagung dikonsumsi oleh manusia. Sejak pertama kali mencicipinya, saya langsung menyukai jagung rebus. Seiring bertambahnya usia, saya mulai menyadari bahwa jagung juga digunakan sebagai pakan ternak. Saya melihat ayam mengonsumsi jagung dalam bentuk pipilan, dan saat memasuki bangku kuliah, saya semakin memahami bahwa hewan pemamah biak pun turut mengonsumsi jagung.
Ternyata, varietas jagung jauh lebih beragam daripada yang saya ketahui saat kecil. Tidak hanya jenis yang saya konsumsi, tetapi ada banyak varietas lainnya. Seiring waktu, saya menyadari bahwa perkembangan varietas jagung terus berlanjut, mencerminkan betapa luasnya peran jagung dalam berbagai sektor kehidupan.
Saya berpikiran menorehkan tulisan ini karena begitu kagumnya dengan penjelasan dari PT. BISI Internasional, Â tentang dunia perjagungan. Saya bertemu dengan staf PT. BISIÂ Internasional di kampus PSDKU UNDIP Batang pada acara Peresmian gedung kewirausahaan mahasiswa UNDIP di Kampus Batang. Dari penjelasan ahli jagung dari PT BISI saya mendengarkan sesuatu yang selama ini belum pernah saya dengar sebelumnya. Bagi banyak orang hal ini mungkin hal yang sangat biasa, tapi bagi saya ini sangat baru dan saya kagum.Â
Dalam pertemuan tersebut, saya memperoleh wawasan mengenai berbagai varietas jagung, seperti Maskot, Macho, Primadona, dan Simental. Namun, yang paling menarik bagi saya adalah informasi terkait pemanfaatan jagung sebagai silase. Silase merupakan pakan hijauan ternak yang diawetkan melalui proses fermentasi anaerob dalam kondisi kedap udara, biasanya disimpan dalam kantong plastik, silo, atau drum.
Informasi ini sangat penting bagi saya, mengingat selama ini saya memahami bahwa budidaya jagung umumnya berfokus pada produksi biji jagung. Namun, dalam diskusi tersebut, saya mengetahui bahwa terdapat varietas jagung yang secara khusus dibudidayakan untuk memanen bagian hijau tanaman, yaitu daun dan batang, yang kemudian diolah menjadi silase. Meskipun demikian, semua varietas jagung tersebut tetap menghasilkan buah.
Jika tanaman jagung yang dibudidayakan memiliki buah dan harga jagung pipil diprediksi akan meningkat, maka sebaiknya panen dilakukan setelah buah mencapai kematangan optimal. Sebaliknya, jika harga jagung pipil tidak menunjukkan kenaikan, maka buah jagung tidak perlu dibiarkan matang, melainkan dapat dicampur dengan bagian hijau tanaman untuk meningkatkan kandungan karbohidrat dalam silase yang dihasilkan.
Informasi ini sangat bermanfaat karena menunjukkan bahwa seluruh bagian tanaman jagung dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal ini menjadi salah satu aspek yang menarik perhatian saya.
Selain itu, aspek lain yang menarik adalah metode pengujian kerapatan butir jagung pada tongkolnya. Uji kerapatan ini dilakukan dengan cara memegang tongkol jagung menggunakan kedua telapak tangan, kemudian telapak tangan kanan diputar ke arah kiri, sementara telapak tangan kiri diputar ke arah kanan. Jika butir jagung mengalami pergeseran atau terasa longgar, hal ini mengindikasikan bahwa kandungan karbohidrat dan nutrisi dalam jagung tidak optimal atau tidak terisi penuh. Sebaliknya, jika butir jagung tetap kokoh pada tempatnya tanpa mengalami pergerakan saat dilakukan pemutaran, maka hal tersebut menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat dan nutrisinya berada pada tingkat yang optimal.
Sejak memahami hal ini, saya menyadari bahwa pengembangan jagung harus terus dilakukan, mengingat kekurangan pasokan jagung, baik sebagai pakan ternak maupun konsumsi manusia, dapat berdampak signifikan terhadap ketahanan pangan. Keberadaan perusahaan yang terus mengembangkan varietas jagung menjadi keuntungan bagi negara, terutama jika teknologi tersebut dapat diadopsi oleh petani. Selain menjamin ketahanan pangan, hal ini juga berpotensi meningkatkan kesejahteraan petani.
Lebih dari itu, jagung sebagai pakan ternak dan bahan pangan manusia menawarkan banyak peluang penelitian, mulai dari aspek budidaya, strategi pemasaran di tingkat domestik maupun global, hingga kebijakan pemerintah yang mendukung pengembangannya.