Sudah 3 minggu ini, gigi saya kumat lagi sakitnya. Padahal sudah hampir 10 tahun tambalan gigi saya baik-baik saja. Untuk pergi ke dokter gigi, saya harus berpikir 5-10 kali dahulu. Malas banget kalau sudah membayangkan peralatannya apalagi mendengar suara alat bor-nya.. iihhh.. ngilu.. Selain hal di atas, saya juga mengalami trauma lain dengan pemeriksaan gigi tersebut sehingga membuat saya enggan kesana (walaupun saya yakin tidak ada cara lain untuk menyembuhkan gigi saya ini kecuali harus ke dokter gigi). Kali ini bukan karena suara-suara tersebut.. tetapi karena gelas kumur yang disediakan oleh dokter gigi untuk pasien. Saya selalu berpikir, apakah gelas tersebut selalu diganti dan dicuci kembali sebelum diberikan kepada pasien berikutnya?. [caption id="attachment_81865" align="alignright" width="240" caption="(foto from Google.com)"][/caption] Rasa trauma saya yang terakhir ini cukup beralasan karena saya pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan pertanyaan saya di atas. Beberapa tahun yang lalu, saya berkunjung ke salah satu dokter gigi referensi teman. saya memeriksakan gigi yang sudah berlubang. Pada saat berkumur.. saya mencium bau yang tidak sedap datang dari bibir gelas tersebut. Bau mulut orang. Bau sekali. Karena kaget, untung saya tidak langsung 'melempar' gelas tersebut. ltiba-tiba perut saya terasa mual. Pada saat itu juga, saya langsung meminta ke asisten dokter untuk mengganti gelas tersebut.  Bodohnya saya, saya lupa menanyakan ke dia kenapa gelas tersebut berbau? Itu lah sebabnya, sampai 2 hari yang lalu saya belum juga pergi ke dokter gigi walaupun pipi saya sudah kelihatan membengkak karena kondisi gigi yang sudah mulai 'akses'. Bayangan dua kondisi di atas selalu terbayang-bayang terus di pelupuk mata. Setelah didesak-desak oleh adik dan juga rekan kerja.. akhirnya dengan membaca 'bismillah' dan berbekal 1 botol air mineral untuk kumur.. saya berangkat ke dokter gigi. Awalnya, saya akan ke dokter gigi yang pernah saya kunjungi dulu. Tetapi karena kondisi jalan yang sangat macet menuju tempat praktek dokter tersebut..  akhirnya saya berbelok ke suatu klinik gigi yang baru diresmikan beberapa bulan ini di dekat rumah. Kondisi ruang tamu dan ruang praktek di klinik ini ternyata sangat berbeda jauh dengan tempat praktek dokter gigi yang pernah saya kunjungi. Klinik ini mempunyai peralatan yang sudah canggih. Nuansa dinding kamar dan furniture nya pun dibuat se'soft' mungkin dengan warna hijau 'toscha'. Bahkan untuk melakukan 'rongent' gigi saja tidak perlu ke rumah sakit. Cukup duduk saja di kursi pasien langsung di 'rongent' dan hasilnya pun sudah ada di layar di depan pasien. Setelah hasil 'rongent' tampak di layar, dokter menerangkan sedetail mungkin ke saya dengan bahasa yang dapat saya mengerti tentang kondisi gigi saya dan apakah akan ditindak atau tidak. Saya pun leluasa bertanya-tanya dengan santai sambil tiduran di kursi pasien. Tiba-tiba, mata saya tertuju kepada segelas air di gelas plastik bening. Saya lihat airnya jernih karena terlihat jelas dari luar gelas tersebut. Sepanjang dokter tersebut mengorek-ngorek gigi saya.. sepanjang itu saya tidak berkumur karena asisten dokter yang berada di sebelah kiri saya selalu siap memegang alat sedot untuk menyedot air-air liur dan lain-lain yang ada di rongga mulut saya. setelah selesai menambal, barulah saya disuruh berkumur oleh dokter. Pada saat mulut saya menyentuh bibir gelas tersebut, dengan sengaja saya meng'endus' gelas tersebut.. ternyata saya tidak mencium apapun di gelas itu.. hmmm.. Setelah keluar dari klinik tersebut.. perasaan yang tadi membebani saya menjadi sedikit demi sedikit menghilang walaupun dalam perjalanan pulang saya masih membanding-bandingkan kondisi dan fasilitas ruang klinik ini dengan ruang praktek di rumah dokter gigi saya yang lama. Tetapi, saat ini saya mulai berpikir lagi.. bagaimana kah fasilitas gelas kumur yang terdapat di Puskesmas-Puskesmas yang 'nota bene' pasiennya selalu mengantri? semoga saja tidak seperti yang saya pikirkan... Amieen..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI