Siang itu mendung, angin pelan-pelan meniup wajah kami yang kusut karena deadline. Aku, Wafi, Bunga, dan Tiara baru saja mendaratkan laptop di atas meja kayu panjang di sudut Bjong Ngopi, sebuah tempat ngopi sekaligus "basecamp nugas" yang belakangan jadi tempat menugas kami.
Bjong Ngopi terletak di kawasan Nologaten, Jogja, dan buat yang belum pernah ke sana, tempat ini bisa dibilang unik. Bayangkan sebuah kafe, tapi tanpa cat tembok yang rapi, dengan tiang-tiang bambu, atap asbes, dan suasana outdoor yang apa adanya.Â
Bukan berarti nggak nyaman, justru di sinilah daya tariknya. Tradisional, sederhana, tapi hangat persis seperti angkringan versi upgrade yang masih jujur dengan identitasnya.
Kami memilih duduk di pojokan, dekat dengan sepetak kolam ikan, dan pajangan yang penuh foto-foto kenangan. Foto-foto itu bukan sembarang hiasan. Di situ ada potret-potret lawas sang pemilik bersama teman-temannya, semacam dokumentasi perjuangan mereka membangun Bjong Ngopi dari nol. Dari situ, aura perjuangan dan kehangatan terasa banget. Cocok dengan suasana siang menuju sore yang tenang, ditemani semilir angin dan obrolan kecil antar kami berempat.
Laptop menyala, tab Google Docs dibuka, kopi dan koneksi WiFi gratis jadi andalan. Tapi ya gitu, yang namanya nugas nggak melulu soal ngetik serius. Seringnya malah lebih banyak curhat.
"Aku tuh capek banget sama deadline tugas ini, tapi kadang yang bikin berat bukan tugasnya... tapi isi kepala sendiri," kata Bunga sambil menyeruput susu putih dingin yang dia pesan. Aku mengangguk, paham betul maksudnya.Â
Kadang, beban kuliah terasa ringan dibanding pikiran tentang masa depan, keluarga di rumah, dan tekanan yang sering nggak kelihatan di permukaan.
Aku memesan jamu kunir asem. Rasanya segar, sedikit pedas tapi menenangkan. Katanya, biar badan dan hati nggak gampang capek. Sementara Wafi asyik dengan gorengan tahu waliknya, entah kenapa di sini menu gorengan terbilang enak dan berisi penuh, sambil sesekali nyeletuk soal tugas dosen yang "kayaknya dia juga nggak ngerti apa yang dia suruh kita kerjain."
Obrolan kami berputar-putar, dari topik berat kayak mencari studi kasus yang relevan dan quarter life crisis, sampai hal remeh-temeh soal mantan dan timeline Twitter.Â
Tapi justru di tempat kayak gini, semua bisa terasa lebih ringan. Atmosfer Bjong Ngopi bikin kita merasa aman buat terbuka dan bercerita. Nggak ada kesan sok-sokan atau gaya mewah, semuanya terasa dekat.
Selain gorengan dan minuman tradisional, menu lain di Bjong Ngopi cukup lengkap. Ada nasi dengan lauk sederhana, kopi tubruk, susu jahe, teh tarik, dan berbagai minuman kekinian juga tersedia.Â
Harganya? Murah meriah, ramah banget buat kantong mahasiswa. Jadi nggak heran kalau tempat ini sering penuh anak kuliahan yang datang buat nugas, diskusi, atau sekadar nongkrong sambil cari sinyal hidup di tengah tumpukan tugas.
Fasilitasnya juga nggak kalah nyaman. Ada tempat salat kecil di sudut belakang, stop kontak di hampir tiap meja, dan yang paling penting stafnya ramah. Kadang, mas-mas baristanya ikut nimbrung ngobrol kalau suasana lagi santai. Rasanya kayak main ke rumah sendiri, tapi ada kopi dan WiFi.
Yang menarik, meskipun tempat ini terkesan "jadul" dan serba sederhana, justru di situlah nilai lebihnya. Nggak ada musik kenceng yang ganggu konsentrasi, nggak ada lighting mencolok yang bikin silau.Â
Semua serba fungsional, tapi tetap punya sentuhan rasa. Bjong Ngopi seperti perpanjangan dari rumah tempat pulang, tempat berpikir, tempat tertawa, dan tempat merasa nggak sendirian.
Menjelang sore, kami akhirnya mulai benar-benar fokus ngerjain tugas. Entah karena efek kunir asem, suasana, atau semangat saling dorong dari teman-teman, pekerjaan yang tadi terasa berat mulai selesai satu demi satu. Kadang, tempat memang bisa menentukan mood, dan Bjong Ngopi sudah jadi salah satu tempat andalan kami saat kepala mulai penuh.
Di tengah hiruk pikuk Jogja yang makin padat dan modern, tempat seperti Bjong Ngopi adalah pengingat bahwa kesederhanaan masih punya ruang. Dan bagi kami, ruang itu penting bukan sekadar untuk duduk, tapi untuk berbagi cerita, meredakan resah, dan tentu saja, menyelesaikan tugas yang seolah nggak ada habisnya.
Kalau kamu cari tempat ngopi yang beda dari kafe mainstream, yang lebih mirip pelukan ketimbang pameran, Bjong Ngopi mungkin bisa jadi tempatmu berikutnya. Bawa laptop, bawa teman, atau cukup bawa diri yang butuh rehat sejenak dari dunia.Â
Siapa tahu, kamu juga bisa menemukan cerita yang tak kalah hangat di balik tiang bambu dan dinding yang belum dicat itu. Jadi, kapan kalian coba nongkrong ngopi disini?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI