Mohon tunggu...
Lisa Puspa Karmila
Lisa Puspa Karmila Mohon Tunggu... Universitas Indonesia

Bidan yang kadang menulis, kadang bercerita. Tidak selalu menulis, tapi percaya setiap tulisan bisa jadi ruang berbagi pengalaman dan ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Promosi Kesehatan Kalah dari Drama atau Curhat Online

16 Oktober 2025   19:41 Diperbarui: 16 Oktober 2025   19:41 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sedang menonton konten medsos (Sumber: Pexels.com)

Di dunia digital hari ini, pesan tentang hidup sehat sering kali tenggelam di antara lautan konten hiburan. Terkadang, video yang menjelaskan bahaya minuman tinggi gula atau pentingnya cek kesehatan rutin hanya ditonton segelintir orang. Sementara di sebelahnya, video orang curhat tentang mantan, konten reaksi drama, atau sekadar challenge  bisa tembus ratusan ribu penonton.

Saya sempat ngobrol dengan teman kuliah yang sekarang bekerja di salah satu startup kesehatan. Ia bilang, "Aneh ya, konten yang beneran edukatif justru sepi banget. Tapi yang ringan, yang gak nyentuh ranah kesehatan sama sekali, malah viral."

Era di mana hiburan lebih menggoda daripada edukasi

Kita hidup di masa di mana perhatian manusia jadi barang langka. Dalam waktu beberapa detik saja, jempol bisa berpindah dari satu video ke video lain. Platform digital seperti TikTok, Instagram, dan YouTube punya satu kesamaan: terkadang "menghadiahi" konten yang menghibur, bukan yang mendidik.

Secara algoritma, konten yang paling banyak interaksi yakni entah berupa like, komentar, atau share akan terus muncul di beranda. Dan sayangnya, edukasi kesehatan jarang sekali menimbulkan emosi besar seperti tawa, sedih, atau marah. Padahal, itu jenis emosi yang disukai algoritma.

Akhirnya, masyarakat lebih sering disuguhi drama, gosip, dan challenge viral. Bukan karena mereka tidak peduli kesehatan, tapi karena sistem digital menempatkan entertainment di posisi teratas.

Budaya instan dan perhatian singkat

Masalahnya tidak hanya di algoritma, tapi terkadang juga budaya masyarakat kita. Sekarang, durasi perhatian manusia (attention span) makin pendek. Konten yang terlalu serius sering dianggap membosankan. Bahkan banyak yang sudah menyerah menonton di 10 detik pertama.

Di sisi lain, masyarakat kita tumbuh dengan budaya "hiburan dulu, belajar belakangan." Lihat saja, pesan serius sering dibungkus dengan humor agar bisa diterima. Dari sini kita bisa lihat bahwa komunikasi kesehatan tidak bisa lagi mengandalkan cara lama.

Promosi kesehatan bukan lagi sekadar soal menyampaikan fakta, tapi soal bagaimana fakta itu bisa menyentuh, menghibur, dan relevan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun