Mohon tunggu...
Lintang Pualam
Lintang Pualam Mohon Tunggu... Guru - Puitis bukan hanya milik sang penyair

Lahir di Cilacap, kota indah dengan pantai yang membentang di sisi selatan pulau Jawa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Refleksi Diri, From Nothing to be Something

31 Desember 2020   16:15 Diperbarui: 31 Desember 2020   16:42 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari kompas.com

Aku bukanlah siapa-siapa, aku hanya setitik debu di luasnya jagat raya.

Namun aku tidak berhenti berjuang untuk menjadi seseorang yang aku pun bangga mengakuinya, jika itu adalah aku.

Aku tidak berhenti menatap refleksi diriku, didepan cermin yang kini berembun terkena uap ketika aku mandi. Ku seka bulir-bulir embun yang kini jatuh membasahi tepat dipantulan wajahku. Sreeet.... wajahku kini nampak jelas, basah dibeberapa bagian.

Hidungku yang memerah karena terlalu lama menghirup uap panas pun kini tampak. Rambut basah  dan bulir-bulir air yang perlahan turun membasahi kemajaku karena belum sempat ku keringkan dengan hair dryer kini terpampang.

Ku pandangi wajahku lekat-lekat. Ya ini aku, diriku, dan segala rupaku kini tergambar pada cermin kotak dalam kamar mandi. 

Sekilas ku berfikir, kenapa Tuhan ciptakan aku ke dunia. Sebagai manusia pula, bukan malaikat atau jin? Ataupun bukan hewan maupun tumbuhan? Kenapa aku tercipta sebagai manusia, wanita pula.

Wanita biar bagaimanapun derajatnya, lebih lemah dibanding pria. Wanita dilindungi, pria melindungi. Sudah hukum alam dari sananya. Kecuali, kecuali itu loh ya, jika prianya belum dewasa masih kecil, masih butuh kasih sayang dan perlindungan dari ibunya. Baru pria boleh dikatakan sebagai seorang yang dilindungi. 

Tapi sebagai seorang wanita aku juga perlu berlatih stamina, agar aku bisa melindungi diriku sendiri. Bukan sebagai wanita lemah, yang selalu bergantung dibelakang pria. Tidak, aku tidak suka. Ya walaupun tenagaku tidak seberapa,  namun tekadku melebihi apa yang fisikku bisa lakukan. Seperti seorang ibu yang mampu melindungi anak-anaknya walaupun dia sedang sakit tidak berdaya. Ya seperti itulah wanita yang ingin aku harapkan.

Aaaah, kenapa pikiranku melantur kemana-mana, bukannya tadi aku sedang bertanya-tanya kenapa aku dilahirkan? Ohw, apakah nanti aku akan menjadi seorang tokoh utama dalam hidup ini, atau menjadi pemeran pendukung dalam kesuksesan seseorang. Hanya Tuhan yang maha tahu.

Yang ku tahu, Tuhan menciptakan jin dan manusia untuk beribadah hanya kepadanya. Ya itu termaktub dalam ayat-ayatnya. Tapi alasan selain itu, aku tak tahu.

Ku fikirkan sambil mengeringkan rambut basahku dulu. Ku ambil hair  dryer, ku nyalakan sambil ku kibas-kibaskan rambut basahku supaya lekas kering. Ku tatap lagi bayangku di cermin, sosok yang biasa sebagai seorang manusia. Dua mata, dua telinga, satu hidung, satu mulut dan satu nyawa. Nyawa, hal yang misterius dan sulit dijelaskan akal. Tapi dia ada, dan bersemayam dalam diriku, dalam tubuhmu juga. 

Orang yang akan dikatakan sudah mati bila kehilangan nyawanya. Mereka berbeda sangat halus, namun saling melengkapi antara jasad dan roh. Tidak bisa dikatakan manusia bila kehilangan salah satunya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun