Kau adalah malaikat tanpa sayap
Yang diberikan Tuhan, untukku
Terima kasih ibu
Kau telah hadir, menjagaku, menyayangiku
Â
Senja di awal tahun 1999, saat mentari baru kembali ke peraduannya. Adzan maghrib sayup-sayup berkumandang dari pengeras suara mushola di kampung Waru. Aku berlari membuka pintu tergesa hendak berjama'ah sholat maghrib di mushola.
Cklek krieet  "Assalamu'alaikum"  belum sempat tangan ini meraih gagang pintu, sudah ada seseorang di seberang yang membukanya dari luar. "Siapa?" pikirku.
"Khodijah" nenekku menimpali dari belakang tubuhku serasa lekas memeluk orang yang tepat di depanku itu. "Lama sekali kau baru pulang, kenapa tak memberi kabar terlebih dahulu jika kau akan pulang hari ini?'
"Khodijah siapa?" masih ku berfikir sambil memandang bingung nenek yang masih memeluk orang tersebut dengan penuh kerinduan.
"Fatimah, mari sini sayang sapa ibumu" nenek menarik tanganku ke arah orang tadi yang ternyata adalah ibuku. Memang semenjak usiaku tiga tahun, ibuku merantau mengadu nasib mencari rezeki di negeri seberang. Sudah tiga tahun juga lamanya aku tak berjumpa dengan beliau, hanya sepucuk surat yang dibacakan oleh ayahku atau telefon yang sesekali dalam berapa bulan ku angkat untuk pelepas rindu.Â
Dan hanya foto lama saat ibu SMA yang diperlihatkan ayah untuk menjawab rasa penasaranku ketika aku bertanya tentang wajah ibu. Tapi setelah bertahun-tahun tentunya ada perubahan bukan? Makanya sekarang aku pangling ketika pertama bertemu kembali.
Rindu, rindu terasa menyeruak saat aku di pelukan ibu. "Fatimah, kau sudah besar sekali nak, ibu kangen sekali padamu." Ibu mengeratkan pelukannya sambil mengelus kepalaku yang ditutup dengan kain mukena.
"Ibu kenapa baru pulang sekarang? Fatimah kangen,,,," ucapku melepaskan semua rasa rinduku.
"Ohw iya, dimana ayahmu Fatimah? Tanya ibuku.