Mohon tunggu...
lin istianah
lin istianah Mohon Tunggu... Guru - Guru PAUD

Yuk saling sharing pengalaman. Saya guru PAUD dari Pamekasan Madura

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

6 Tips Pembelajaran PAUD Menurut Jean Piaget

1 April 2018   13:29 Diperbarui: 1 April 2018   13:46 5244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jean piaget merupakan salah satu tokoh psikologi kognitif . Menurut teorinya terdapat 4 perkembangan kognitif pada pertumbuhan anak berdasarkan usia dan kemampuan kognitifnya. Yaitu tahap sensori motor (0-2 tahun), tahap praoperasioanl (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun) dan operasional formal (11-dewasa). Lalu pada anak usia dini, termasuk pada tahap apakah mereka? Bagi kalian, anak usia dini itu merupakan mereka yang berumur berapa tahun? Anak usia dini mereka yang berumur dari 0-6 tahun. Seorang anak usia dini masuk pada tahap sensori motor dan tahap praoperasional. Namun, dalam PAUD anak masuk pada tahap praoperasional.

Pada tahap praoperasional ini, anak sudah mampu untuk mengambarkan dunianya melalui kata-kata dan gambar.pada tahap ini anak cenderung egosentris, dia tidak mampu untuk memahami orang lain, bagi mereka dunia hanya terpusat kepada mereka, sehingga siapapun harus sama dan mengikuti mereka, karena bagi mereka dirinya adalah pusatnya. Mereka kesulitan untuk memahami orang lain.

Pada tahap ini anak sudah memasuki pendidikan anak usia dini (PAUD) seorang guru harus mampu memahami karakteristik setiap anak yang mungkin akan berbeda-beda. Lalu bagaimana teori piaget ini dapat kita terapkan dalam pendidikan terutama pada pendidikan anak usia dini. Terdapat beberapa penerapan teori piaget dalam pendidikan anak usia dini:

1. Gunakan pendekatan konstruktif. Apa sih konstruktif itu? Konstruktif ialah proses membangun pehaman melalui pengalaman sendiri. Sebagai seorang guru kita harus bisa mengambil perhatian anak. Biarkan anak mencari tau sendiri suatu pemahamannya melalui pengalaman dia sendiri. 

Seperti, bagi anak kursi itu berkaki 4, mereka tidak mengetahu jika kursi ada juga yang berkaki 1. Jika ada kursi yang berkaki 1, pasti anak tidak akan menyebut itu kursi, karena bagi mereka kursi berkaki 4, kita harus beri pemahaman pada anak bahwa kursi itu ada juga yang berkaki 1, kemudian biarkan anak untuk menaiki kursi itu, jika mereka sudah naik ke kursi itu, mereka akan berpikir jika memang kursi ini ada juga yang berkaki 1, jadi mereka membangun pengalamannya melalui pengalaman mereka sendiri.

2. Melakukan pembelajaran fasilitatif daripada pembelajaran langsung. Tidak mungkin seorang anak usia dini kita berikan pembelajaran seperti seorang anak SMA, yang gurunya hanya menerangkan, membacakan dan kemudian menyuruh untuk mengerjakan. Anak usia dini tidak akan bisa duduk tenang jika seorang guru melakukan pembelajaran secara monoton. 

Seorang guru harus bisa mengambil perhatian muridnya, bisa saja kita melakukan pembelajaran sambil bermain, atau kembali lagi ke cara yang pertama yaitu, biarkan anak membangun pemahamannya melalui pengalamannya sendiri, seorang guru bisa menjadi pendukung dalam kegiatan pembelajaran anak. Yang tidak hanya menjelaskan secara monoton pada kertas. Karna itu akan membuat anak bosan dan malas untuk belajar.

3. Pertimbangkan pengetahuan anak dan tingkat pemikiran anak. Seorang guru harus bisa mempertimbangkan kemampuan setiap anak dalam menerima materi pembelajaran. Tidak mungkin anak usia dini kita beri pembelajaran untuk anak kelas 3 SD, karena pola berpikir mereka sudah berbeda. Kemampuan mereka untuk menerima materi juga berbeda. 

Anak pada tahap praoperasional ini belum mampu menerima contoh-contoh yang abstrak, yang artinya kita hanya menyebutkan contohnya tanpa memberikan secara nyata contoh didepan mata anak.

Misalnya, jika seorang guru ingin menjelaskan tentang alat transportasi, guru hanya menjelaskan contohnya seperti bis dan mobil, tapi guru tidak memberikan contoh gambarnya seperti apa, tingkat kemampuan berpikir mereka tidak mampu untuk menerima contoh-contoh yang abstrak, guru harus memberikan contoh yang nyata, walau hanya secara gambar.

4. Gunakan penilaian yang berkesinambungan. Mengapa kita perlu melakukan penilaian yang secara berkesinambungan? Karena perkembangan dan kemampuan seseorang itu akan terus berjalan. Kita jika hanya menilai pada hari ini saja, sedangkan pada hari ini seorang anak sedang tidak bersemangat karena suatu hal, sehingga dia kurang mampu dalam sebuah kegiatan, namun pada hari-hari sebelumnya, anak itu sangat bersemangat, seorang guru jangan hanya menilai pada satu hari saja, karena itu tidak adil. Guru harus melakukan penialaian yang berkesinambungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun