Mohon tunggu...
Lingkar Hijau Tebo
Lingkar Hijau Tebo Mohon Tunggu... Penggiat lingkungan dan budaya /Seppayung hijau

Sepriadi, Hoby Menulis

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Mafia Tanah Berkedok HGU Sawit: Ketika Petani Jadi Korban

7 Mei 2025   10:39 Diperbarui: 9 Mei 2025   03:49 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kebun sawit warga (Poto dokument pribadi penulisi)

Pernahkah kita membayangkan, tanah yang digarap petani selama puluhan tahun tiba-tiba diakui sebagai milik perusahaan? Dan saat petani mempertahankannya, justru mereka yang dituduh sebagai penyerobot? Inilah ironi yang hari ini banyak terjadi di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah konsesi perkebunan sawit.

Konflik agraria bukan hal baru, tapi pola-pola yang terjadi semakin mengkhawatirkan. Banyak perusahaan sawit yang memegang izin Hak Guna Usaha (HGU) justru beroperasi di atas lahan yang statusnya tumpang tindih---entah itu tanah adat, kawasan hutan, atau lahan garapan masyarakat. Yang menyedihkan, aparat sering kali lebih cepat membela perusahaan ketimbang rakyat kecil.

Saya mengikuti salah satu kasus yang terjadi di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Warga dari Desa Sekalo, Pinang Belai, dan Tuo Sumay sudah sejak tahun 1980-an mengelola kebun sawit mereka sendiri. Namun kini, perusahaan bernama PT Regunas Agri Utama (bagian dari grup Asian Agri) mengklaim lahan itu sebagai miliknya. Warga yang bertahan justru dilaporkan ke polisi. Beberapa bahkan sempat ditahan.

Data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2023, terjadi 212 konflik agraria di Indonesia. Dan hampir semua memiliki satu benang merah: petani kalah karena tidak punya surat, sedangkan perusahaan menang karena membawa HGU.

Padahal, HGU bukanlah segalanya. HGU adalah izin untuk mengelola tanah, bukan hak mutlak untuk menguasai lahan yang bermasalah. Jika masyarakat lebih dulu ada di sana, maka negara seharusnya hadir untuk melindungi mereka, bukan justru memihak korporasi.

Saya percaya bahwa konflik agraria ini bisa diselesaikan. Tapi negara harus berani mengambil langkah tegas: audit HGU yang bermasalah, hentikan kriminalisasi terhadap petani, dan percepat reforma agraria yang sesungguhnya.

Tanah bukan hanya soal ekonomi, tapi soal identitas, martabat, dan masa depan. Mari kita jangan lagi diam saat petani---penjaga pangan negeri---justru diusir dari tanahnya sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun