Mohon tunggu...
Linggar Kharisma
Linggar Kharisma Mohon Tunggu... Politisi - Political Scientist In Digital Creative Industry

Political Scientist

Selanjutnya

Tutup

Politik

Memahami Sunni - Syi'ah

15 Juli 2016   19:46 Diperbarui: 15 Juli 2016   19:57 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Keluarga Sunii - Syi'ah / islamlib.com

Hampir dua tahun belakangan ini, saya rajin mengkaji ajaran Syi'ah (utamanya Syi'ah Imam dua belas). Dalam beberapa kesempatan pula, saya ikut kajian Ustadz Jalal di Bandung dengan jemaah Syi'ah-nya. Rasa ingin tahu yang begitu dalam terhadap mazhab Ahlul Bait ini, bahkan membuat tema penelitian Tesis saya tak jauh dari perkara Syi'ah dan kompleksitas teologisnya.

Bagi saya, membahas Syi'ah beserta kontroversi sejarah kemunculannya selalu menarik dan aktual untuk di bahas. Sikap candu pemeluk mazhab Syi'ah terhadap Ali Bin Abi Thalib beserta keturunan keluarga Nabi yang lain, di satu sisi, seolah bertolak belakang dengan sikap para penganut mazhab Sunni yang begitu menghormati dan menyanjung kedudukan para sahabat Nabi. Padahal jika kita cermati secara seksama, tak ada distingsi absurd mengenai itu.

Bagi para oknum Sunni yang kebenciannya maksimal terhadap Syi'ah. Ataupun sebaliknya, oknum Syi'ah yang anti setengah mati Sunni, konsep keluarga dan sahabat Nabi seolah saling bertolak belakang. Sederhanya begini. Jika anda Syi'ah, maka anda selalu mengutamakan keluarga Nabi, seraya mengesampingkan sahabat. Atau bilamana anda Sunni, maka anda akan selalu menomor duakan kedudukan keluarga Nabi, setelah derajat para sahabat. Pemahaman ini jelas keliru. Meski memang kita kenal beberapa kelompok garis keras diantara kedua mazhab tersebut, baik Rafidhi (pembenci sahabat Nabi) maupun Nawashib (pembenci keluarga Nabi). Namun hadirnya dua kelompok itu, tak semestinya kita generalisir sebagai pandangan utama masing-masing mazhab dalam melihat kedudukan mereka.

Setelah saya pelajari lebih lanjut, timbulnya anggapan seperti itu muncul karena ketidakmampuan para pendukung masing-masing mazhab untuk saling memahami rincian teologis antara satu dengan yang lainnya. Dalam mazhab Sunni, kedudukan keluarga Nabi yang suci berada pada derajat yang tinggi. Hal ini tercermin dari fakta sejarah bahwa beberapa ulama besar Sunni, semisal Imam Abu Hanifa, juga merupakan murid dari Imam Ja'far Ash-Shadiq (Imam ke-enam Syi'ah Imam dua belas), yang notabenenya merupakan salah satu keturunan Ahlul Bait.

Pun begitu dengan mazhab Syi'ah yang tak melupakan jasa-jasa para sahabat Nabi, disamping kedudukan keluarga Nabi. Nama-nama sahabat seperti Ammar Ibn Yasir, Abu Dzar Al-Ghifari, serta Salman Al-Farisi, merupakan sahabat-sahabat yang juga tinggi kedudukannya bagi penganut Syi'ah.

Memang dalam hal-hal yang lebih metodologis, mazhab Ahlul Bait ini sangat kritis terhadap konsep sahabat. Maka tak aneh, bilamana sosok-sosok sakral dalam mazhab Sunni, semisal Abu Bakar, Umar, Utsman, bahkan Aisyah istri Nabi sendiri, tak luput dari beberapa koreksi kesejarahan.

Namun kita juga harus ingat. Sejarah perkembangan Islam beserta kehadiran kedua mazhab tersebut memang berliku. Ceritanya hadir diwarnai corak politis yang turut menghangatkan tensi kedua belah pihak. Pun berbagai kisah kelam para pengikut Syi'ah yang sepanjang sejarahnya, selalu mendapat persekusi dari pimpinan politik pemerintahan di setiap masa.

Menurut saya, saat ini, sudah selaiknya para pengikut kedua mazhab ini melakukan rekonsiliasi cerita sejarah masa lalu, dan tak larut dalam persaingan politis sejarah. Tak ada faedahnya pula untuk terus mereproduksi kebencian dan permusuhan rezim era lampau. Adapun berbagai macam perbedaan rincian perkara ibadah, baiknya ditanggapi dengan kepala dingin dan cara-cara yang santun.

Hal ini menjadi penting diperhatikan, manakala kita melihat fakta hari ini yang sungguh memprihatinkan. Tatkala rasa kebencian merasuki sesama umat Muslim, dengan hujan cacian dan beragam tuduhan negatif. Padahal jika dielaborasi lebih lanjut, dengan kejernihan pikiran, dan kedalaman ilmu, sejatinya kebencian itu hanya ilusi yang sengaja di buat oleh kelompok-kelompok yang memang tak ingin ukhuwah Islamiyah sesama Muslim terjalin dengan erat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun