Menyadari hal tersebut, kiranya saat ini kita perlu membangun gerakan pemajuan kebudayaan desa, kampung dan komunitas, dengan melakukan identifikasi dan penggalian potensi budaya lokal, utamanya alat-alat musik tradisional secara lebih serius dan terkoordinasi dengan memanfaatkan kekayaan budaya setempat sebagai modal dan sumber daya kehidupan yang diorganisir dari bawah dengan semangat partispatif dan inklusif serta memposisikan identitas untuk pengembangan ke depan.
Sound of Borobudur Movement kita harapkan bisa berujung pada Konferensi Budaya Tingkat Tinggi Dunia (World Summit) yang melibatkan tokoh-tokoh atau musisi dunia dari berbagai belahan benua lain dan dapat dilaksanakan secara berkala serta berkelanjutan. Jika impian ini terwujud maka manfaat secara riil akan segera kita rasakan bagi pengembangan ekonomi kreatif, ketika bukan saja Borobudur Pusat Musik Dunia, tetapi juga sebagai Pusat Budaya Dunia.
Borobudur bukan saja milik nasional namun merupakan aset dunia. Â Sehingga membangun Borobudur sebagai Pusat Musik Dunia tidak hanya membangun kebangaan nasional untuk keperluan sendiri, namun menggali jejak dinamika lintas budaya yang menembus batas-batas negara dan bangsa, dengan pemahaman bahwa pusat bukan berarti memusatkan kuasa, melainkan Sentra Persilangan Budaya Yang Dinamis dan Inklusif. Semoga.
Jakarta, 10 Mei 2021