Mohon tunggu...
Lindha Pasu
Lindha Pasu Mohon Tunggu... pelajar -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi dalam sudut pandang Islam

27 Agustus 2017   17:50 Diperbarui: 30 Agustus 2017   23:19 20806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasulullah tidak membuat kaidah-kaidah syura (kaidah musyawarah ) karena beberapa hikmat dan sebab:[3]

  • Kaidah-kaidah syura bisa berlain-lainan menurut perkembangan masyarakat (bangsa), masa dan tempat.
  • Seandainya Nabi telah menentukan kaidah-kaidah Syura saat itu, maka menjadilah kaidah-kaidah itu sebagai hukum agama yang wajib ditaati dan wajib dilaksanakan di semua masa dan tempat. Kaidah-kaidah yang ditetapkan pada masyarakat yang sistemnya masih sederhana, tentu tidak akan sesuai lagi untuk masa-masa kemudian.
  • Inilah sebabnya para sahabat berkata, ketika mereka memilih Abu bakar: “Rasulullah telah menyukainya untuk menjadi imam kita di dalam sembahyang. Apakah kita tidak menyukai dia untuk menjadi kepala negara kita?”
  • Berbeda dengan zaman Nabi, tindakan-tindakan pemerintahan Abasiyah (sebagai contoh kasus) bisa menimbulkan dugaan atau anggapan bahwa kekuasaan dalam Islam bersifat otoriter dan tidak demokratis.
  • Sekiranya kaidah-kaidah syura itu ditetapkan sendiri oleh Nabi tidak menjalankan musyawarah. Syura (musyawarah) mengandung beberapa kemanfatan:
  • Digunakan pertimbangan akal dan paham, serta memperhatikan kemaslahatan masyarakat.
  • Menggali apa yang tersembunyi. Akal manusia selalu memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan musyawarah akan dapat dilakukan kajian dan tinjauan dari macam-macam aspek yang menyangkut banyak segi, karena terdapatnya banyak pemikiran dan usulan.
  • Menghasilkan pendapat-pendapat benar dan terbaik, dengan dasar yang kuat dengan bertemunya berbagai pemikiran dari banyak orang.
  • Menciptakan suasana persatuan dan kesatuan dalam pelaksanaan dan penyelesaian masalah, karena banyak orang yang dilibatkan didalamnya.

[1] Ni’matul Huda, Ilmu Negara, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm 195.

[2] Ibid hal 220.  

[3] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur, 1995, PT Pustaka Rizki Putra:Jakarta, hal 717-721.

   


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun