Mohon tunggu...
Lin Halimah
Lin Halimah Mohon Tunggu... lainnya -

Kecantikan tak berarti tanpa kesantunan budi pekerti

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Fantasi] Suatu Hari di Kota Phnom Penh di Tahun 2030

18 September 2014   07:16 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:21 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nomor Urut 29 [caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Futuristic Car"][/caption]

"Harun...!" suara Mama memanggilku dengan agak keras untuk kedua kali. Tapi aku diam saja. Tiba-tiba adikku Aren yang duduk di sebelahku, menyenggol tanganku dengan sikutnya, "Mas, dipanggil Mama tuch..! Jawab kek..! Kok diam saja, tidak sopan tahu." Aku bergeming, tetap diam saja. Walau senggolannya agak keras dan meninggalkan rasa sakit, aku tak marah pada adikku. Aku sayang sekali sama adikku satu-satunya itu.

Aku masih marah sama Mama. Marah sekali. Mama menjual mobilku. Mobil mewah pembelian Papa setahun yang lalu sebagai hadiah ulang tahunku yang ke-20 yang sekaligus sebagai hadiah saat aku lulus sarjana dengan predikat suma cum laude. Aku satu-satunya mahasiswa yang lulus dengan predikat itu di jurusan paling sulit di universitas favorit di Eropa. Setelah itu, seminggu kemudian Papa meninggalkan kami untuk selamanya karena sakit jantungnya kambuh. Mobil itu mobil kenangan dari Papaku.

Semenjak Papa meninggal, kehidupan kami menjadi sulit. Karena kehidupan kami sama sekali tergantung pada Papa. Papa menjalankan bisnisnya secara one man show, ilmu bisnis Papa sama sekali tidak ada yang menurun kepadaku dan adikku, Aren. Satu persatu peninggalan Papa habis dijual untuk membiayai kehidupan keseharian kami, untuk membiayai kuliah adikku Aren, si jenius. Sungguh jenius. Dia tahun ini umur 15 tahun sudah lulus kuliah di universitas yang sama denganku di Eropa. Saat itu adikku Aren tengah memerlukan biaya untuk menyelesaikan mesin waktu yang ditelitinya. Aren meyakinkan Mama bahwa hasil penjualan mobilku bisa untuk menyelesaikan mesin waktu yang ditelitinya. Aren menciptakan mesin yang bisa mengirimkan seseorang ke masa depan.

Kemarin adalah giliran mobilku dijual oleh Mama. Dijual kepada teman Mama, tepatnya idola Mama. Kami --aku dan adikku Aren-- memanggilnya Kek Arke. Kek Arke adalah idola Mama sejak Mama belum menikah dengan Papa. Mama bercerita bahwa Kakek Arke memang lucu orangnya, pandai bercerita pandai membuat artikel humor. Mama suka tertawa sendiri jika membaca buku humor Kek Arke. Memang Mama dan Kek Arke sama-sama penulis di Kompasiana blog jadul yang top di tahun 2014an. Kakek yang sudah berusia 60 tahun selain melucu juga eksentrik dan unik bahkan sampai sekarang masih bujangan. Tidak mau punya istri.

Entah bagaimana ceritanya Kek Arke yang konon bangsa Indonesia ini sekarang menjadi tetangga kami di kota Megapolitan Phnom Penh, Kamboja kota termahal di dunia sebagai tempat tinggal. Kek Arke tinggal berbeda satu blok dengan tempat tinggal kami.

Aku memang sayang adikku Aren, aku sebenarnya tidak masalah jika mobilku itu dijual, tapi Mama tidak bilang kalau mobil itu dibeli oleh Kek Arke. Jadi aku tidak tahu kalau pembeli mobilku adalah Kek Arke, pasalnya pagi tadi aku terlanjur meninju hingga rontok dua giginya, karena kusangka kakek tua itu hendak mencuri mobilku. Kek Arke protes keras kepada Mama atas kelakuanku.

"Hey Lin Halimah, sungguh anak ente itu kurang ajar bingits....!" Kek Arke marah besar kepada Mama. "Gigi ane rontok dua biji ditinjunya. Gusi ane berdarah-darah, sakitnya tuch disini..!" sambil ia menunjuk gusi ompongnya. Mamaku tak mau berdebat panjang. Mama minta maaf atas kesalahanku sembari berkata "Sudahlah Om, Lin ganti ongkos pengobatan gigi Om," Mama berkata begitu untuk menyudahi kemarahan Kek Arke. Aku juga minta maaf. Masih sempat mengomel dan menggerutu Kek Arke sambil melotot, "Kalo ane nggak inget si Wahyu itu bokap ente, ane ude lempar ente pake sepatu onta." Aku pun sekali lagi memohon maaf kepada Kek Arke. Kek Arke rupanya memang pemegang kuat budaya Timur Tengah. Marah ya marah, urusan selesai ya sudah, berhenti marahnya.

Menurut Mama, Kek Arke memang sohib Papa. "Papamu saat bisnis minyak di Timur Tengah sempat berkunjung ke Kek Arke, Papamu pernah menyelamatkannya dari onta marah. Papamu menarik tangannya untuk menghindarkannya dari serudukan onta birahi. Ia selamat walau harus mukanya jatuh terjerembab jatuh ke tumpukan tahi onta saat itu. Mungkin si onta betina itu menyangka Kek Arke sebagai onta jantan," begitu Mama menjelaskan hubungan Papa dengan Kek Arke.

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community

Silahkan bergabung di Group FB Fiksiana Community

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun