Mohon tunggu...
Lintang Wisesa Atissalam
Lintang Wisesa Atissalam Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Lo there. My name is Lintang. Now, I'm a student of Physics, Gadjah Mada University. Writing here and joining Kompasiana makes me grab the world :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Suarakan dengan Koran, Kawan!

25 Agustus 2011   05:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:29 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjadi seorang mahasiswa “ideal” merupakan suatu kebanggaan sekaligus tantangan tersendiri bagi setiap cendekia muda bangsa. Mahasiswa yang secara historis terbukti menjadi garda terdepan perubahan sejarah ini, senantiasa dituntut untuk hidup mandiri, berpikir kritis, dan penuh ide inovatif. Dengan potensi yang demikian, tak heran jika muncul 4 teori peranan mahasiswa dalam bermasyarakat, yakni sebagai creator of changes (pencetus perubahan), social control (kontrol sosial), moral force (teladan moral), serta iron stock (pemimpin masa depan). Maka sungguh merupakan tugas bagi mahasiswa untuk menyuarakan diri selaku problem solver di tengah hiruk-pikuk kondisi bangsa. Bukan hanya mementingkan urusan pribadi dan masalah perkuliahan, namun juga harus kritis menyuarakan masa depan bangsa. Bersuara menyuarakan suara rakyat, bersuara demi kejayaan tanah air tercinta. Inilah mahasiswa “ideal” harapan bangsa.

Mahasiswa sebagai cendekia muda terdidik seharusnya juga peka terhadap lingkungan. Peka terhadap permasalahan bangsa yang membudaya dan turun-temurun. Memang benar jika dahulu Negara Indonesia adalah bangsa yang terjajah, namun tak selamanya rakyat Indonesia harus hidup dalam bayang-bayang kolonialisme. Memang harus diakui betapa tingginya “budaya” korupsi para pejabat di Indonesia, namun bukan berarti “budaya” korupsi akan tetap lestari. Tentunya tak ada satupun rakyat Indonesia yang ingin melihat bangsanya terlecehkan. Segala sesuatunya pasti ada solusinya. Rakyat benar-benar berharap pada potensi pemikiran kritis dan inovatif para mahasiswa. Di tangan mahasiswa-lah beragam solusi jitu mampu dilahirkan. Jika pemikiran-pemikiran solutif mahasiswa disebarluaskan serta diaplikasikan, maka tak ayal jika bangsa ini akan bangkit kembali menjadi bangsa yang besar dan disegani masyarakat dunia.

Mahasiswa dalam proses menyuarakan nurani rakyat pastilah membutuhkan sarana sebagai “senjata”. Layaknya R.A. Kartini yang berjuang dengan pena sebagai “senjata” beliau dalam menyuarakan kesetaraan gender kaum wanita. Dengan hanya bermodalkan sebuah pena dan berjuta gagasan brilian, beliau mampu mewujudkan pergerakan kaum Hawa yang setara dengan kaum Adam. Bahkan efek perjuangan beliau pun masih dapat dirasakan hingga kini, di mana jutaan wanita Indonesia memiliki andil besar dalam berbagai sektor kehidupan bermasyarakat. Seharusnya dengan cara semacam inilah mahasiswa memperjuangkan suara rakyat, bukan semata melalui aksi unjuk rasa. Pengaktualisasian karya yang dipadu dengan gagasan kritis, akan menjadi “senjata” ampuh mahasiswa dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. “Senjata” yang lebih modern dan elegan dibandingkan harus melakukan aksi unjuk rasa di jalanan.

Salah satu sarana yang dapat menjadi “senjata” ampuh mahasiswa dalam menyalurkan aspirasi adalah media koran. Mahasiswa mampu berkarya sekaligus menyuarakan suara rakyat melalui koran. Mengapa koran? Karena koran merupakan media kerakyatan, bahkan sejak zaman kolonial. Dari Presiden sampai pesinden, konglomerat hingga kaum melarat, kesemuanya akrab dengan koran. Selain itu, peluang mahasiswa untuk menulis di koran pun amat besar, jika dilihat dari adanya beragam rubrik khusus mahasiswa untuk beropini di koran. Misalnya rubrik Akademia (KOMPAS DIY-Jateng), rubrik Kompas Kampus (KOMPAS), rubrik Suara Mahasiswa (Harian Seputar Indonesia), dan rubrik Nguda Rasa (Koran Merapi). Mahasiswa pun dapat mencurahkan pendapatnya walau hanya sekedar ditampung di rubrik surat pembaca. Dengan beropini di koran, mahasiswa mampu berbagi ilmu, wawasan, gagasan, ide, kritik, dan saran kepada khalayak luas. Ditambah lagi dengan adanya imbalan honor bagi mahasiswa yang tulisannya dimuat, selayaknya memacu gairah mahasiswa untuk terus berkarya.

Berbagai kemudahan yang tersedia hendaknya semakin menambah hasrat mahasiswa untuk bersuara di media koran. Menyuarakan suara rakyat melalui koran merupakan metode yang lebih elegan dan efektif daripada harus berunjuk rasa di jalanan, berkoar dengan suara lantang, serta tak jarang pula bertingkah anarkhis. Tinggal bagaimana para mahasiswa menyikapi peluang pemanfaatan media koran. Jadikan kegiatan menulis dan media koran sebagai sahabat para mahasiswa. Manfaatkan koran sebagai “senjata” ampuh dalam menyuarakan suara rakyat. Suarakan dengan koran, kawan!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun