Mohon tunggu...
Lintang Wisesa Atissalam
Lintang Wisesa Atissalam Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Lo there. My name is Lintang. Now, I'm a student of Physics, Gadjah Mada University. Writing here and joining Kompasiana makes me grab the world :)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Simpang Siur Kebijakan Hemat Energi

25 Agustus 2011   03:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:29 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

It's my first post here, but it was published in "Mimbar Mahasiswa" SOLOPOS, 23 August 2011.

Padatnya jumlah penduduk Indonesia berimbas pada besarnya konsumsi energi negara. Listrik, BBM, dan air menjadi konsumsi primer yang membengkak. Padahal besarnya konsumsi energi berbanding terbalik dengan ketersediaan sumber energi. Kekhawatiran akan datangnya krisis energi di masa depan kian menghantui. Upaya pengkajian energi alternatif dan penghematan energi mutlak digalakkan.

Kaum intelektual, termasuk mahasiswa, berlomba-lomba dalam menemukan energi alternatif. Dengan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam tanah air, beragam produk energi alternatif bermunculan. Seharusnya produk tersebut mampu menjadi sumber energi alternatif yang layak dipasarkan untuk dikonsumsi. Namun nampaknya birokrasi pemerintah negeri ini kurang bersahabat dengan karya sains dan teknologi anak bangsa.

Walaupun begitu, pemerintah pun berusaha turut andil dalam upaya penghematan energi di Indonesia. Terbukti dengan lahirnya Inpres No. 10/2005 tentang Penghematan Energi, yang dilanjutkan dengan Inpres No. 2 Tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan Air. Ditambah lagi, mulai Agustus 2011 para pejabat menginstruksikan penghematan BBM bersubsidi sebesar 10% untuk kendaraan operasional kementerian dan lembaga. Target penghematan listrik hingga 27% di kantor kementerian dan lembaga pun dicanangkan. Secara teori kebijakan-kebijakan ini memang patut diacungi jempol, namun bagaimana dengan implementasinya?

Catatan Ganjil

Setidaknya ada beberapa catatan ganjil yang dapat diperdebatkan. Pertama, instruksi tentang penghematan energi sudah berulang kali digembar-gemborkan para pejabat. Di saat gejolak harga minyak pada tahun 2005 dan 2008 lalu, pemerintah aktif menelurkan instruksi penghematan energi. Namun nampaknya belum membuahkan hasil nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa instruksi pada tahun 2005 dan 2008 belum atau bahkan tidak diimplementasikan maksimal, hanya sebatas reaksi instan atas gejolak harga minyak dunia.

Kedua, ternyata selama ini pemerintah mengonsumsi BBM bersubsidi. Padahal pemerintah sudah berkoar melalui ribuan spanduk bertuliskan “BBM bersubsidi hanya untuk golongan tidak mampu”. Pantaskah mereka dikategorikan sebagai golongan tidak mampu? Jika para pejabatnya saja tergolong tidak mampu, lantas bagaimana dengan kondisi rakyatnya?

Ketiga, target penghematan listrik di kantor kementerian dan lembaga tahun ini yang mencapai 27% patut dipertanyakan. Faktanya, target penghematan tahun lalu yang hanya mencapai 25% saja gagal dijalankan. Kenaikan target sebesar 2% pada tahun ini dikhawatirkan hanya wacana belaka.

Keganjilan yang terakhir adalah adanya ketidakserasian antara Inpres Penghematan Energi No. 2/2008 dengan revisi UU APBN 2011 yang disepakati baru-baru ini. Pemerintah akan meningkatkan alokasi anggaran subsidi listrik hingga Rp 24,8 triliun, menambah kuota BBM bersubsidi dari 38,5 juta kiloliter menjadi 40,4 juta kiloliter, serta menambah alokasi anggaran subsidi BBM sebesar Rp 33,1 triliun. Upaya-upaya ini sangat jelas bukanlah suatu bentuk penghematan energi.

Kebijakan penghematan energi yang dicanangkan seharusnya mampu menuntaskan permasalahan bangsa. Namun melihat realita yang ada, nampaknya kebijakan ini hanya sekedar wacana. Wacana yang diolah demi pencitraan para pejabat semata. Kalau benar demikian, maka tak heran jika kinerja pemerintah dalam hal penghematan energi jauh dari harapan.

Rakyat Berhemat

Rakyat tak perlu berharap banyak akan terjadi penghematan energi melalui kebijakan yang ada. Jika pejabat tak mampu memberi teladan bagi rakyatnya, maka sudah saatnya rakyat menanggalkan ketergantungan pada pemerintah. Kini saatnya rakyat tersadar untuk bergerak dan bertindak.

Salah satu langkah awal penghematan energi yang dapat dilakukan oleh segenap rakyat Indonesia adalah dengan mengurangi penggunaan sarana transportasi pribadi. Maraknya penggunaan kendaraan pribadi semakin meningkatkan konsumsi BBM tanah air. Sehingga untuk meminimalkan pemakaian BBM dapat dilakukan dengan mengurangi pemakaian kendaraan pribadi. Hal ini efektif dilakukan mengingat kebutuhan energi nasional terbesar bersumber dari sektor transportasi.

Solusinya, gunakan sarana transportasi umum yang tersedia. Sebagai contoh fasilitas busway Transjakarta dan KRL (Kereta Rel Listrik) yang disediakan bagi masyarakat Jabodetabek. Terakhir, armada Kopaja ber-AC semakin meramaikan fasilitas transportasi publik tanah ibukota. Di Kota Bengawan, fasilitas transportasi umum pun tak kalah hebatnya. Terlepas dari pro kontra operasionalnya, Bus BST (Batik Solo Trans), double decker Werkudara, dan railbus Batara Kresna siap menjadi moda transportasi baru andalan wong Solo.

Ancaman krisis energi hendaknya mampu membuka mata semua orang akan pentingnya penghematan energi dan pengkajian energi alternatif. Kaum intelektual diharapkan mampu terus menggali potensi energi tanah air, kendati minim atensi pemerintah. Birokrasi pemerintah pun hendaknya dapat bersahabat dengan karya anak bangsa. Sehingga dengan kolaborasi pelbagai pihak, akan tercipta tatanan masyarakat hemat energi.

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun