Di Lapangan Adam Malik Pematang Siantar [caption id="attachment_74034" align="alignleft" width="300" caption="(13/2/10 - Peluncuran kembang api di tengah-tengah Lapangan Adam Malik Pematang Siantar pada perayaan Gong Xi Fat Cai tadi malam. Foto oleh: LTS) "][/caption] Tadi malam di Lapangan Adam Malik Pematang Siantar, saya hanya melihat beberapa warga dari kalangan etnis Tionghoa. Yang memenuhi lapangan di tengah kota dan letaknya strategis ini justru non Tionghoa yang jumlahnya semakin besar menjelang detik-detik peletusan kembang-api di tengah-tengah lapangan. Saya dan adek saya tiba di Lap. Adam Malik ini pada pukul 8:30 malam. Pengunjung yang datang masih kurang dari seribu orang. Walikota Pematang Siantar mengenakan pakaian berwarna biru bermotif bola-bola khas pakaian Tionghoa. Jajaran muspida di kota ini berpakaian biasa, hanya walikota yang berpakaian a la Tionghoa ini. Berbagai macam penampilan menghibur warga Siantar berlangsung di tengah-tengah lapangan. Tarian dari SMA Sultan Agung, salah satu SMA favorit di kota ini membawakan tari dari suku: Toba, Karo, Melayu dan Sunda. [caption id="attachment_74038" align="alignright" width="300" caption="(13/2/01 - Lapangan Adam Malik Pematang Siantar. Foto oleh: LTS)"][/caption] Ada gordang sambilan dari Mandailing. Yang agak mengganggu saya adalah pemimpin gordang ini berbicara terlalu bertele-tele; juga terlalu banyak puja-puji pada sang walikota. Sampai mengatakan kepada penari dari Mandailing: "Sembah kalianlah Sang Raja itu!" Maksudnya walikota. Oalaaa...! Masa walikota sama dengan raja? Memang kita sedang berada di zaman apa? Walikota itu justru fungsinya kan melayani masyakarat. Beda dengan raja di zaman feodal. Walau bapak itu mungkin hanya berbasa-basi, telinga rada sakit juga dengar yang begituan di abad 21 ini. Orang yang bergerak dalam bidang seni budaya kok malah punya pikiran masih sama dengan di zaman feodal? [caption id="attachment_74035" align="alignleft" width="300" caption="(13/2/10 - Baliho besar sang walikota di Lapangan Adam Malik Pematang Siantar. Waw...??? Foto oleh: LTS)"][/caption] Di penghujung acara sebelum kembang api meletus-meletus di atas lapangan, tampil reok Ponorogo. Pembawa acara mengatakan bahwa reok ini ada magis-magisnya. Dia bilang, "mejik". Sebuah kata yang masih sensitif di tengah-tengah masyarakat kita. Lapangan Adam Malik tadi malam itu menjadi padat menjelang peletusan kembang api. Publik menurut saya tak terlalu memperhatikan acara seremonial yang rada berbau basa-basi. Tari-tarian menarik perhatian tapi yang bagus cuma penampilan dari SMA Sultan Agung yang mempunyai sanggar tari professional. Ketika SBY datang ke Pesta Danau Toba 2008 lalu, siswi-siswi dari sekolah ini yang tampil membawakan Haroan Bolon, tarian khas Simalungun di hadapan SBY dan jajarannya. Lalu SBY tertarik mengundang para penari itu ke istana negara pada peringatan hari kemerdekaan tahun itu. Haroan Bolon itu milik Simalungun tapi konon tak ada orang-orang Simalungun dalam tim penari Haroan Bolon yang di Parapat dan di istana negara. Sampai selesai acara Gong Xi Fat Cai tadi malam di Lapangan Adam Malik Siantar, tak ada tarian Simalungun padahal sebelum pindah ke Pematang Raya ibukota Kab. Simalungun, Siantar menjadi ibukotanya. [caption id="attachment_74037" align="alignright" width="300" caption="(13/2/10 - Corak dekoratif khas Simalungun di panggung Lapangan Adam Malik Pematang Siantar. Foto oleh: LTS)"][/caption] Bentuk arsitektur panggung permanen di Lapangan Adam Malik ini juga bercorak Simalungun. Heran juga mengapa panitia bisa menampilkan gordang sambilan dari Mandailing tapi tidak memberikan penghargaan bagi suku etnis Simalungun. Reok dari Ponorogo saja bisa mereka tampilkan. Apa susahnya mengundang partipasi sekolah-sekolah menengah atas di Siantar-Simalungun untuk menampilkan seni budaya Simalungun? Apa gerangan yang terjadi? Ataukah ada penampilan seni budaya Simalungun sebelum saya dan adek saya tiba? Saat kami tiba, barongsai sedang beraksi di tengah-tengah lapangan. Saya juga tidak melihat ada tanda-tanda pakaian khas Simalungun di antara para penari yang antara lain berasal dari suku Minang di samping Mandailing dan tim dari SMA Sultan Agung. Sampai kembang api selesai, saya hanya meihat tidak lebih dari lima orang warga Tionghoa di sekitar saya itupun setelah saya putar sana putar sini. Dugaan saya, kurang dari 1% yang hadir tadi malam di Lapangan Adam Malik adalah warga Tionghoa yang ada di Pematang Siantar. Mengapa mereka tidak datang padahal acara itu buat mereka juga kan? Perayaan Gong Xi Fat Cai merupakan perayaan yang kedua di Pematang Siantar terbuka untuk umum di Lapangan Haji Adam Malik, tahun ini dan tahun lalu. *** [caption id="attachment_74510" align="aligncenter" width="300" caption="(13/2/10 - Di Lapangan Haji Adam Malik. Foto oleh: LTS)"][/caption] [caption id="attachment_74511" align="aligncenter" width="225" caption="(13/2/10 - Di Lapangan Haji Adam Malik. Foto oleh: LTS)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H