Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pemohon SIM Harus Lulus Tes Psikologi agar Bisa Kendalikan Emosi di Balik Kemudi

9 Maret 2020   16:54 Diperbarui: 4 Juni 2023   09:24 2697
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Shutterstock via otomotif.kompas.com

Bulan lalu, tersiar kabar adanya seorang pengemudi mobil ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Pihak kepolisian menyatakan bahwa si pengemudi telah melakukan tindak kekerasan terhadap seorang sopir ambulans.

Sesuai penjelasan polisi yang menangani kasus ini, tersangka memukulkan tangan ke wajah korban. Pemukulan terjadi karena tersangka tersulut emosi. Kemarahan tersangka membeludak akibat mobil ambulans yang dikendarai korban menyerempet kendaraan yang dikemudikannya.

Kala itu, video yang menayangkan kejadian tersebut menjadi salah satu viral di media sosial. Di luar kejadian yang berkaitan dengan ambulans, banyak pula peristiwa-peristiwa tak sedap lainnya yang terjadi di jalan raya.

Emosi Tak Terkendali di Belakang Kemudi
Selain perselisihan antar pengguna jalan, tak sedikit juga terjadi "perseteruan" yang melibatkan pengguna jalan dan aparat kepolisian. Misalnya saja peristiwa-peristiwa tegang dalam pelaksanaan program tilang.

Kita mengingat, pernah mencuat berita mengenai pengendara yang meluapkan kemarahan kepada petugas kepolisian yang menilangnya. Ada juga kabar tentang pengendara sepeda motor yang mengamuk dan merusak kendaraannya sendiri akibat kena tilang polisi. Dan kabar-kabar serupa banyak mengemuka di pelbagai media massa.

Itulah sederet peristiwa yang menunjukkan tidak mudahnya pengendara kendaraan bermotor mengendalikan emosinya ketika melaju di jalan raya. Peristiwa-peristiwa di atas hanya merupakan sebagian kecil di antara sekian banyak keributan antar pengguna jalan atau selisih paham antara pengemudi dengan polisi.

Keributan-keributan dalam skala emosi yang lebih rendah pun cukup banyak menghiasi jalanan di negeri ini. Mungkin di antara kita ada yang pernah mengalami kejadian-kejadian yang kurang mengenakkan ketika sedang mengemudikan kendaraan di jalan. Saya pun kerap menyaksikan dan bahkan mengalami sendiri peristiwa semacam ini.

Saya akan memberikan contoh kejadian tak sedap yang acap muncul di area lampu lalu-lintas. Sedikitnya dua macam kejadian pernah saya alami di lokasi yang disebut oleh orang Jawa sebagai lampu "bangjo" itu.

Pertama, ketidaknyamanan yang terjadi saat kendaraan yang saya kemudikan mendekati garis batas, tempat kendaraan berhenti di belakang lampu lalu lintas. Usai lampu menyala hijau dan kemudian berganti kuning, saya memelankan kendaraan dan bersiap-siap berhenti karena tak lama lagi lampu akan menyala merah.

Eh, dari arah belakang terdengar suara klakson yang sangat kencang dan berulang-ulang. Rupanya ada pengendara yang hendak ngegas mobilnya lebih keras guna menghindari warna merah lampu lalu-lintas.

Karena merasa terhalang oleh kendaraan saya, ia menunjukkan raut muka marah. Emosi tinggi itu kemudian menggerakkan tangannya menekan tombol klakson kuat-kuat.

Peristiwa yang kedua juga terjadi di seputar pergantian nyala lampu lalu lintas. Kali ini, warna merah berganti kuning. Sebuah pertanda bahwa kendaraan yang semula berhenti harus bersiap-siap untuk melaju kembali.

Tingkat kesabaran pengendara kendaraan bermotor akan teruji pada detik-detik pergantian nyala lampu ini.

Pengendara kendaraan bermotor yang tak memiliki stok kesabaran yang cukup banyak akan segera menyalurkan luapan emosi dengan memencet klakson berkali-kali. Dan ketika satu orang memulai, pengendara yang lain segera mengikuti. Maka, bunyi klakson yang bersahut-sahutan bisa membuat kita gelagapan.

Umumnya, keributan-keributan atau ketidaknyamanan yang berlangsung di jalan raya semacam ini berawal dari ketidakmampuan seseorang mengendalikan emosinya. Entah orang-orang ini sedang diburu waktu atau sedang tertimpa sejumlah masalah.

Tes Psikologi bagi Calon Pengemudi
Berdasarkan kabar dari beberapa media, sejumlah daerah telah mulai menerapkan syarat lulus tes psikologi bagi para pemohon Surat Izin Mengemudi (SIM). Tes psikologi berlaku bagi pemohon SIM baru maupun perpanjangan. Dua daerah yang dikabarkan telah mulai memberlakukan tes psikologi adalah DKI Jakarta dan Jawa Tengah.

Di Jakarta, Kasi SIM Subdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Lalu Hedwin Hanggara mengatakan bahwa tujuan dari diadakannya tes psikologi adalah untuk mengetahui tingkat emosi dari pemohon SIM. Psikotes yang diujikan meliputi kemampuan berkonsentrasi, kecermatan, pengendalian diri, kemampuan menyesuaikan diri dan stabilitas emosi.

"Agar nantinya para pengemudi yang telah memiliki legalitas mempunyai perilaku mengemudi yang baik dan memenuhi standar sesuai dengan aspek-aspek psikologi," ucap Kompol Lalu Hedwin Hanggara yang saya kutip dari Kompas.com.

Sementara itu, Kasatlantas Polresta Solo, Kompol Busroni mengatakan, tujuan tes psikologi adalah untuk mengetahui kondisi kesehatan rohani pemohon SIM. Disamping itu, masih kata Kompol Busroni, tes ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusia.

"Nanti kan dari hasil tes itu akan diketahui oleh psikolog bagaimana kejiwaan pemohon SIM tersebut, apakah dia termasuk temperamen, emosional saat berkendara atau yang lainnya. Dan pantas atau tidak pemohon itu menjalankan kendaraan di jalan raya," kata Busroni.

Dua pendapat yang dikemukakan oleh dua orang aparat kepolisian itu relatif senada. Hasil tes psikologi akan menunjukkan keadaan emosi seorang calon pemegang SIM. Kondisi emosi tersebut akan memengaruhi sikap pengendara kendaraan di jalan raya, termasuk apakah ia akan gampang tersulut emosinya atau tidak.

Tentunya kita berharap agar kebijakan tes psikologi bagi pemohon SIM ini dapat dijalankan dengan baik. Dan SIM-SIM yang kelak akan diterbitkan kepolisian tidak hanya menunjukkan kemahiran teknis seseorang mengemudikan kendaraan, tetapi juga memperlihatkan kemampuan si pengemudi dalam mengendalikan emosi.

Referensi: 1, 2, 3.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun