Misalnya saat hendak parkir di suatu tempat dan kebetulan di hadapan saya ada orang yang sedang duduk, maka dengan terpaksa wajah orang itu kena sorot lampu yang terang dan menyilaukan mata.
Dari peristiwa semacam itu, saya melihat sistem lampu utama sepeda motor yang dibuat selalu menyala merupakan sebuah pemaksaan.Â
Pengguna sepeda motor tidak mempunyai pilihan untuk mematikan lampu dalam situasi tertentu seperti contoh yang telah saya kemukakan.
Sejumlah kejadian yang tidak mengenakkan membuat saya menduga-duga. Mungkin kebijakan ini sengaja diambil oleh pihak berwenang bekerja sama dengan produsen sepeda motor.Â
Barangkali pengambil kebijakan melihat adanya kesadaran manusia yang rendah dalam mematuhi aturan. Kondisi yang (mungkin) memunculkan istilah "aturan dibuat untuk dilanggar".
Dugaan semacam ini mengemuka berdasarkan logika saja. Bila kebanyakan orang cenderung taat aturan, tentu tak harus dipaksa untuk mematuhi ketentuan.
Nah, jika tidak dibuat suatu paksaan dalam bentuk lampu yang otomatis menyala selama mesin hidup, bisa jadi amat sedikit pengendara sepeda motor yang menyalakan lampu utama pada siang hari.Â
Bila benar hal seperti ini yang terjadi, maka saya harus ikhlas menjadi bagian dari masyarakat yang diindikasikan sulit mematuhi aturan.
Saya mencoba berpikir positif saja. Untuk lebih membangkitkan rasa menerima oleh adanya "pemaksaan" dalam wujud nyala permanen lampu sepeda motor, agaknya saya perlu sering-sering mengingat data kecelakaan lalu lintas.Â
Kenyataan bahwa sepeda motor menjadi "aktor utama" dalam berbagai kecelakaan lalu lintas semakin membuka mata.
Jika kebijakan yang mengatur lampu sepeda motor yang terus menyala ini mampu mengurangi tingkat kecelakaan yang demikian banyak melibatkan sepeda motor, maka sedikit ketidaknyamanan yang saya rasakan menjadi tidak berarti lagi.