Mohon tunggu...
Liliek Purwanto
Liliek Purwanto Mohon Tunggu... Penulis - penulis

-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Travel sebagai Moda Transportasi "Door to Door"

28 September 2018   07:23 Diperbarui: 1 Oktober 2018   12:20 1788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: contiki.com

Istilah lengkapnya travel agent alias agen perjalanan. Dalam keseharian, kami menyebutnya travel. Ia adalah salah satu moda transportasi antar kota, bisa dalam provinsi, bisa pula antar provinsi.

Yang membedakan travel dengan moda lainnya terutama fungsi antar jemput yang menjadi ciri khasnya. Di mana pun Anda ingin dijemput, travel akan mendatangi tempat itu. Ke mana pun Anda ingin diantar, travel selalu siap menuju ke sana.

Yang tidak bisa diandalkan dari travel adalah ketepatan waktu. Kita tidak akan pernah tahu jam berapa travel akan menjemput kita. Jam penjemputan akan sangat tergantung pada faktor jumlah penumpang yang akan dijemput, seberapa jauh masing-masing lokasi asal penumpang dan urutan ke berapa kita akan dijemput. Demikian pula soal ketepatan waktu "mendarat" di tempat tujuan kita.

Saya mengakrabi moda ini sejak sekira 2 tahun lalu. Mula kedekatan saya dengannya adalah sebuah surat keputusan dari perusahaan yang menempatkan penugasan saya di sebuah kota kecil berjarak sekitar 219 km dari domisili saya. Sejak masa itu hingga kini, saya menjadi pelanggan setia travel.

Hitungan kasar "jam terbang" saya menggunakan jasa travel adalah 1.152 jam. Angka itu saya peroleh dalam kurun waktu dua tahun dengan rata-rata frekuensi dua kali seminggu dan rata-rata waktu tempuh enam jam sekali jalan. 

Dilihat dari jarak tempuh, dalam kurun waktu dan frekuensi demikian, minimal saya telah menumpang travel sejauh 42.048 km. Sesuai data Wikipedia, jarak keliling bumi kita sejauh 40.075 km. Jadi selama dua tahun perjalanan dengan travel bisa saya gunakan untuk sekali mengelilingi bumi.

Mengingkari Esensi Travel

Banyak hal yang telah saya lihat dan saya rasakan sepanjang pergaulan saya dengan travel. Berbagai jenis dan tingkah sopir travel telah saya temui.

Dengan menyebut dirinya sebagai travel agent, maka konsekuensi yang harus dijalani oleh para sopir adalah menjemput dan mengantar penumpang di mana pun lokasi asal mereka dan ke mana pun tujuan mereka.

Namun, ada saja segelintir sopir yang tidak rela menjalaninya. Biasanya keluhan yang meluncur dari bibir-bibir enggan mereka adalah "Jauh sekali ya, rumahnya" atau "Saya kira rumah Bapak dekat jalan besar" dan ungkapan-ungkapan sejenis.

Umumnya, setelah tangan mereka menerima sekian puluh ribu rupiah tambahan, wajah yang semula terlihat lesu kembali mengumbar senyuman.

Pernah saya menyaksikan kejadian sopir dan penumpang adu urat hingga nyaris baku hantam akibat persoalan ini. Masing-masing bersikukuh dengan argumentasinya. Sang sopir minta tambahan ongkos antar yang cukup signifikan karena lokasi tujuan jauh, sementara penumpang berpegang pada harga yang tercetak pada tiket. Kejadiannya di sebuah rest area yang juga menjadi pangkalan travel. Entah bagaimana akhir perseteruan mereka.

Ada Harga Ada Rupa

Seperti juga jenis dagangan lainnya, kualitas layanan jasa travel pun secara umum berbanding lurus dengan harga jualnya. Kualitas travel bisa diukur dari beberapa unsur. Unsur-unsur layanan travel di antaranya layanan operator, kenyamanan kendaraan, kualitas sopir dan tambahan aksesoris seperti makanan atau minuman dan bantal atau bahkan selimut.

Travel yang mematok harga tinggi akan memberikan kualitas yang lebih baik pada hampir semua unsur-unsur layanan mereka. Saya telah mengalami beberapa kejadian yang bisa menggambarkan kondisi tersebut.

Mula hubungan (calon) penumpang dengan perusahaan travel terjadi pada konter pemesanan tiket. Pada bagian ini, penumpang bisa dilayani secara langsung di kantor atau melalui media komunikasi seperti telepon, sms atau whatsapp.

Travel yang berkualitas biasanya memberikan notifikasi pemesanan tiket melalui sarana sms. Notifikasi memberikan keyakinan bahwa pesanan kita sudah tercatat. Selain itu, notifikasi juga meyakinkan kita bahwa nomor ponsel kita terekam dengan benar.

Perekaman nomor telepon yang keliru bisa menyebabkan sopir kesulitan menghubungi kita saat penjemputan. Saya pernah mengalaminya. Sopir tidak bisa menghubungi saya hingga saya tidak dijemput dan harus memesan ulang untuk keberangkatan esok harinya.

Kelar urusan di konter, potensi masalah berikutnya bisa muncul dalam perjalanan. Masalah di perjalanan biasanya menyangkut kelaikan kendaraan dan perilaku sopir.

Travel bonafide tentu memiliki armada yang bagus sehingga potensi bermasalah di tengah jalan menjadi minim. Saya pernah mengalami keterlambatan parah akibat mobil mogok. Saya harus menerima kenyataan itu karena travel pilihan saya saat itu memang bukan kategori kelas travel yang kredibel.

Bila membincang perilaku sopir travel, maka bahasan bisa sangat beragam. Mulai sopir yang tidak ramah, mengantuk, merokok hingga mengalami kecelakaan. Di luar itu, adakalanya  ocehan sopir mengandung hiburan atau bahkan inspirasi.

Sopir mengantuk merupakan salah satu risiko yang dihadapi penumpang. Travel kelas bawah umumnya tidak banyak mempunyai stok sopir. Dampaknya, jam kerja sopir menjadi lebih panjang. Istilah "puter walik" menggambarkan sopir yang harus langsung jalan mengangkut penumpang balik ke kota semula begitu tiba di kota tujuan. Nyaris tanpa istirahat. Maka, risiko sopir kecapekan dan mengantuk meningkat.

Salah satu cara sopir mengatasi kantuk adalah merokok. Kalau ini yang dilakukan sopir, maka tiba giliran penumpang yang kerepotan menutup hidung.

Cara lain menahan kantuk adalah saling bertelepon sesama sopir. Tentu kita sudah paham bahaya mengemudi sembari menelepon. Jadi ibarat keluar dari mulut singa, masuk ke mulut buaya.

Kejadian paling mendebarkan yang pernah saya alami adalah kecelakaan yang menimpa travel yang saya tumpangi. Akibat terburu-buru dan rasa kesal sopir yang mencari alamat penumpang nan tak kunjung bersua, mobil travel yang keluar dari gang terhantam sepeda motor yang melaju kencang di jalan raya.

Masih beruntung, bagian mobil yang tertubruk tepat di samping kanan bagian tengah, yang kebetulan belum ditempati penumpang. Sopir dan penumpang mobil serta pengendara motor tidak mengalami cedera.

Sisi Kemanusiaan Travel

Bila sesekali kebagian tempat duduk di samping sopir, adakalanya saya mendapat cerita kehidupan sopir yang umumnya getir. Beberapa topik pahit yang cukup sering dikisahkan antara lain jam kerja yang terlalu panjang, risiko mengganti kerusakan mobil karena keteledoran sopir hingga kadang-kadang juga menyembul cerita-cerita rumah tangga yang seharusnya tidak mengemuka.

Namun demikian, air muka para sopir kebanyakan menunjukkan kegembiraan dengan canda tawa khas mereka. Entah mereka memang menikmati hidup atau sedang berusaha melupakan kegetiran dunia.

Pernah juga saya menyimak sebuah kisah yang cukup menginspirasi terungkap dari salah seorang sopir travel. Sang sopir bercerita kepada penumpang di sebelahnya bahwa anak lelakinya hampir menamatkan kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri ternama.

Kecerdasan putranya sudah terlihat semasa sekolah di tingkat SMA dengan membukukan prestasi meraih ranking sepuluh besar. Nampak seulas kebanggan terlukis di wajah letihnya di antara semangat obrolan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun