Dan yang paling menarik bagiku adalah kebiasaan dia selalu membangunkanku untuk qiyamullail, sambil muter-muter di depan pintu kamar dengan suara khasnya. Bagiku dia makhluk spiritual.
Semua itu membuat kami makin sayang padanya, simusa hewan yang jarang sekali bisa akrab dalam kehidupan sehari-hari sebuah keluarga. Namun nyatanya simusa bisa berada diantara kami, itu sebuah keistimewaan tersendiri.Â
Adibahlah yang paling takut pada simusa, disebabkan pernah melihat adiknya dan pamannya menggoda simusa memberi makanan ternyata dia lompat dan sempat menggigit. Jadi setiap simusa mau mendekatinya, adibah naik ke atas kursi sambil teriak "maaa musaa ini looh". Hehehe....
Malam itu mendekati waktu qiyamullail, seperti biasa aku merasa dibangunkan suara, Â namun kali ini disertai mimpi seperti ada anak lecil laki-laki yang menarik selimutku, membangunkanku. Dan saat sudah terbangun yang terdengar adalah suara kecepek-kecepek air, aku ke belakang mengecek mendekati ruang dapur, ternyata ada tetangga sebelah yang sedang beraktifitas di dapurnya, itu kesimpulanku.Â
Adibah bangun untuk sholat subuh, pergi ke kamar mandi belakang dan kudengar teriakannya "maaa...musaaa".  saya pun kaget dan lari menuju kamar mandi, ternyata simusa sudah mati, kecemplung bak kamar mandi. Yang beberapa jam lalu masih kudengar kecepek-kecepekannya di kamar mandi itu, yang kukira  aktifitas tetangga sebelah.Â
Histeris tangisku, menyesal mengapa aku tidak peka, tidak menolongnya semalam, andai aku masuk kamar mandi, pasti dia masih bisa kuselamatkan. "Musaaaa... " aku mengangkatnya dan kuselimuti handuk... Aku tertegun sembari menangis tiada henti.... Jiwa ini meratap... Hari mulai beranjak siang, kubungkus simusa dengan sorban putih, kusholatkan, kumakamkan.
Malam itu banyak laron-laron kecil dan bulu-bulu laron berserakan di kamar mandi, rupanya simusa asyik lompat-lompat mengejar laron hingga jatuh terpeleset kecebur bak kamar mandi. Yang kusesali mengapa saat mendengar kecepekan air itu, aku tidak masuk untuk melihatnya di kamar mandi.Â