Senja itu aku dan anak-anak berkumpul depan tv, ketika si sulung Eki masuk kamarnya, ia berteriak, "maaa...ada hewan apa ini maaa???!!!, siniii maaa...??!!". Â Sontak aku meloncat lari menuju kamarnya, ingin segera tahu gerangan apa yang terjadi.Â
Dia di depan pintu kamarnya sambil memegang daun pintu dan mengintip sesuatu, "Ma itu hewan apa?, lucu ya, mukanya bukan kayak kucing loh ma?" kata eki sambil terus mengintip. Â
Aku pun ingin segera tahu hewan apakah itu sebenarnya?. "Itu musang kali ya ma...?", eki mencoba menebak dan bertanya. Lalu aku googling saja  bagaimana penampakan musang itu sebenarnya. "Iya betul ki' itu musang pandan jenisnya", aku menjelaskan kepadanya. Â
Sikap musang di awal datang itu sangat peka terhadap gerakan,  terutama gerakan  apa saja yang hendak mengarah pada dirinya, tidak mau bersahabat dan tidak suka didekati, suka menyalak menakuti siapa saja yang mau mendekati. Kami berusaha mencari tahu apa makanan kesukaannya, lalu kami belikan buah pepaya. Kadang buah dan  sayur-sayuran lainnya. Meski nampaknya dia kurang suka.
Abahnya anak-anak menyarankan agar simusa dilepas saja, biar dia bisa bermain bebas dalam rumah. Aku agak ragu-ragu sebab khawatir tentang kebersihannya dan khawatir lari keluar. Namun melihat tertekannya dia dalam kurungan itu, akhirnya aku pun kasihan dan aku keluarkan dia dari kurungannya.Â
Awalnya simusa datang dengan bulu-bulu yang kumal dan kurus tidak terawat, lambat laun dia tumbuh gemuk dan semakin pintar, saat siang hari dia lebih banyak bersembunyi di tempat tidurnya.Â
Saat aku kembali pulang dari antar anak-anak pergi ke sekolah dan belanja pagi, aku selalu memanggilnya "saa...musaaa...", diapun keluar untuk makan kepala ayam rebus kesukaannya, saat itulah rumah hanya ramai dengan suaraku bersama simusa, disela-sela dia makan simusa bermain berputar-putar di kakiku, kadang memberikan gigitan kecil tanda sayangnya.Â