Mohon tunggu...
Holikin
Holikin Mohon Tunggu... Guru - Penulis buku "Asa di Ujung Senja", Pendidikan Karakter ala Syekh Abdul Qodir Al-Jailani", dan "Narasi Cinta"

Guru dan Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tradisi "Rengghaan" Desa Pulau Mandangin dalam Kacamata Sosbud, Agama, dan Realitas Ekonomi

14 Oktober 2019   08:43 Diperbarui: 14 Oktober 2019   08:53 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai pulau berbudaya, tanah Pulau Mandangin menyimpan tradisi luhur yang tak lentur hingga turun temurun berabad-abad lamanya. Adat istiadat yang lahir dari nenek moyang perlu kiranya untuk dilestarikan. 

Tak pelak, bermacam upaya dilakukan agar tradisi-tradisi tersebut terus abadi dan tak pernah mati dimakan zaman. Ada satu tradisi yang hingga kini masyarakat Pulau Mandangin menganggapnya hal yang paling sakral. Tradisi tersebut bernama "Rengghaan".

Tidak ada yang tahu kapan tradisi tersebut mulai diadakan di Desa Pulau Mandangin, Sampang. Menurut penuturan para sesepuh masyarakat Pulau Mandangin, tradisi tersebut sudah ada sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. 

Tradisi Rengghaan tersebut sebuah khazanah kekayaan lokal sebagai tanda akan masyarakat yang mencintai alam dan wujud dari rasa syukur atas berkah Sang Pencipta berikan terhadap kemakmuran laut.

Rengghaan merupakan pesta rakyat atau tradisi selamatan desa (rokat dhisa), yang puncaknya melepaskan "jhitek" (petik laut) ke tengah laut. Rengghaan sendiri sebuah istilah yang barangkali hanya digunakan oleh masyarakat Pulau Mandangin. Daerah pesisir Pulau Madura lainnya, menyebutnya Rokat Dhisa (selamatan desa).

Tradisi Rengghaan yang dihelat di Desa Pulau Mandangin merupakan prosesi yang paling utama adalah melepaskan petik laut. Petik laut biasanya berupa sampan kecil yang terbuat dari bambu. 

Kadang bentuknya menyerupai sampan, ikan, rumah-rumahan dan sebagainya. Di dalamnya biasanya berisi bermacam-macam buah-buahan, makanan, lembaran uang, perhiasan, dan yang paling pokok adalah kepala sapi.

Perayaan ini diadakan oleh pemerintahan desa. Sementara  pelaksanaannya tidak menentu, kadang setahun sekali, dua tahun sekali sampai pada empat atau lima tahun sekali. Pelaksanaanya dilakukan selama sepekan.

Masyarakat Desa Pulau Mandangin gegap gempita menyambut rokat ini. Seperti ada yang mengomando mereka mengadakan pasar malam dengan berjualan aneka kebutuhan. 

Bersamaan dengan perayaan tersebut, pada malam harinya masyarakat disuguhi hiburan "ronnang" (drama ludruk) yang biasanya didatangkan dari luar. Ronnang hanya ada dua atau tiga malam sebelum hari pelepasan jhitk (petik laut).

Sebelum jhitk dilepaskan, jhitk diarak dengan diringi tembang-tembang langgam Madura (kejhung). Sebelumnya, kepala desa bersama camat atau bupati menggunting pita sebuah tanda bahwa jhitek resmi dilepaskan. Perahu-perahu kecil milik masyarakat turut serta mengiringi pelepasan jhitek. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun