Mohon tunggu...
Lintang Tanpa Lin
Lintang Tanpa Lin Mohon Tunggu... -

Semakin jauh melangkahkan kaki di tengah jalan bernama "hidup", semakin ingin aku menyuratkannya dalam tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tengkuk Itu Memandangku

22 Februari 2010   04:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:48 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ini cerita baru dalam dongeng hidupku. Di tempat yang jaraknya ada 2x24 jam dari tempatku muncul ke dunia 19 tahun lalu. Di mana ada Bus COTA, pengganti Bus KOTA -yang selalu kulihat tanpa ingin tahu rasanya masuk berdesakan dengan para pegawai berdasi lusuh dan murid-murid berseragam putih biru yang rela mengaduk peluh jadi satu-, yang dengan senyum lebar menyapa hingga tanpa sadar aku semakin tergoda untuk tidak henti ingin melihatnya. Di Columbus, kota sederhana, sesederhana Yogyakarta. Aku selalu suka ketika aku mulai menapakkan satu kakiku ke dalam bus, karena tak sejenis orangpun yang tak akan kutemui. Setiap kali melongok ke dalam, walaupun di bus yang sama setiap hari, rasanya ada sesuatu yang menantangku untuk sebuah hal baru, hari ini. Di kursi kiri baris ketiga aku duduk sambil menyandarkan kepalaku ke jendela karena lelah dan kantuk tak dapat kulawan lagi. Entah kenapa, jalan pulangku malam ini ramai, tidak seperti biasanya. Aku mulai ingin tahu dan melongokkan kepalaku di antara kursi-kursi yang sepanjang hari telah menduduki tempatnya, melihat penumpang lain yang nampak tak sabar untuk cepat sampai di tujuannya dan berjalan, bahkan mungkin berlari, untuk bisa membuka pintu rumah dan membaringkan tubuhnya di atas busa empuk, dan mengurung diri di bawah selimut bermotif daun berwarna hijaunya. Lalu kulihat sebuah tengkuk di hadapanku. Tengkuk laki-laki Asia yang bersih dan dapat kulihat jelas karena rambutnya terpangkas rapi. Pemilik tengkuk itu duduk bersandar di kursi depan sambil menyumpal dua telinganya dengan headset putih kecil yang rela menyamankan pemiliknya dengan nada-nada yang keluar darinya. Pemilik tengkuk itu terlihat sangat menikmati padatnya lalu lintas yang membuat bus yang ditumpanginya berhenti. Dia nampak menikmati, bahkan menjentikkan jemarinya dan mengangguk-anggukkan kepalanya. Aku bertanya dalam hati, apa yang di benaknya. Kemudian, aku mulai mencoba membacanya dari setiap gerakan tubuhnya. Mungkin, lelaki itu membayangkan dirinya berdiri di atas pentas, berkalung gitar yang dimainkannya dengan penuh keriangan, atau kesenduan yang membuat hati teriris. Mungkin dia berkhayal bila tangannya memeluk pinggul gadis impiannya, dan menari di pndok kecil putih di tengah kolam belakang rumahnya, memandangi wajah elok sang gadis yang membuatnya semakin tenggelam dalam tegukan minuman keras bernama “asmara”. Atau mungkin, dia membayangkan dirinya yang duduk dalam sebuah bus malam yang akan membawanya kembali ke rumah tempatnya ingin beristirahat seperti malam-malam sebelumnya, menanti saatnya roda besar bus ini akan kembali berputar karena jalan mulai lengang, dan segera berpisah dari penumpang lain. Dan mungkin.. mungkinkah pemilik tengkuk itu merasakan ketidaknyamanan karena aku terus memperhatikannya?? Lamunanku buyar seketika. Aku memandang ke bawah. Tapi, kembali kuangkat mataku ke arah tengkuk itu. Nampaknya, tak ada suatu hal yang mengganggunya. Dia bahkan tidak merasa kalau bus yang ditumpanginya berhenti sesaat, ataupun terganggu suara riuh klakson mobil-mobil di luar yang datang karena ketidaksabaran pengemudinya. Di dalam bus, saat orang-orang berharap untuk dapat segera membuka pintu rumah yang menawarkan kehangatan, kulihat sebuah tengkuk lelah tapi tenang terlarut dalam lagu, menikmati setiap detik yang berlalu. Aku tersenyum, dan tengkuk itu pun terus memandangku. pic: http://www.members.optusnet.com.au/mattarmytage/images/Boy%20side%20portrait%20resize.jpg

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun