Mohon tunggu...
Lia Wahab
Lia Wahab Mohon Tunggu... Jurnalis - Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di dunia media cetak dan penyiaran radio komunitas dan komunitas pelaku UMKM yang menyukai berbagai jenis kerja kreatif

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Menguak Cerita Mesjid Bersejarah An Nawir di Kampung Arab Pekojan

11 April 2022   06:23 Diperbarui: 13 April 2022   08:56 2456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gapura di pintu masuk Masjid Jami Pekojan (Masjid An Nawir) dari sisi Jalan Pejagalan dimana banyak terdapat pedagang Kambing. (Sumber: dok. pribadi)

Kawasan Pekojan yang kini terlihat padat dengan permukiman dan kawasan perniagaan adalah salah satu tempat bersejarah di Jakarta. Nama Pekojan sendiri berasal dari kata Koja atau Khoja, sebutan bagi penduduk keturunan India yang beragama Islam.

Kampung Pekojan ini juga dikenal dengan sebutan Kampung Arab karena di abad ke-18 Pemerintah Hindia Belanda mewajibkan para imigran dari Hadramaut atau Yaman Selatan untuk tinggal lebih dulu disini.

Kini, kawasan Pekojan yang masih berada di wilayah kawasan bersejarah Kota Tua menjadi titik wisata halal dengan adanya peninggalan sejarah dan tradisi kampung Arab ini.

Di kawasan Pekojan ini berdiri sebuah masjid yang diyakini diwakafkan oleh Syarifah Baba Kecil yang adalah keturunan Nabi Muhammad yang berasal dari Hadramaut. Masjid ini kini dinamakan masjid An Nawier yang berarti cahaya. Kita bisa melihat makam dari Syarifah Baba Kecil ini di bagian depan masjid.

Penanda Cagar Budaya untuk Masjid Pekojan. (Sumber: dok. pribadi)
Penanda Cagar Budaya untuk Masjid Pekojan. (Sumber: dok. pribadi)

Masjid yang didirikan pada tahun 1760 oleh tokoh keturunan Yaman, Sayid Abdullah bin Husein Alaydrus juga memiliki kekerabatan kuat dengan masyarakat Betawi. Di masjid ini juga, tokoh Habib Usman bin Yahya yang mengarang 50 buku kitab kuning dalam bahasa Arab gundul pernah mengajar. Habib Usman bin Yahya ini pernah diangkat sebagai mufti Betawi pada tahun 1862. Bahkan, salah seorang murid dari Habib Usman bin Yahya yaitu Habib Ali Alhabsji yang meninggal di tahun 1968 adalah pendiri Majelis Taklim Kwitang.

Masjid ini memiliki arsitektur dengan gaya neo klasik yang lazim ditemui pada bangunan kuno di kawasan Kota Tua. Beberapa bagian dari bangunan ini bernuansa Eropa, Arab dan Jawa.

Bagian dalam Masjid Jami Pekojan yang cukup luas dengan tiang-tiang khas bangunan bergaya Eropa (Sumber: dok. pribadi)
Bagian dalam Masjid Jami Pekojan yang cukup luas dengan tiang-tiang khas bangunan bergaya Eropa (Sumber: dok. pribadi)

Sekilas tampilan dari sisi jalan Pejagalan, masjid ini terlihat mungil tetapi dalam masjid ini cukup luas. Awalnya, Masjid Pekojan ini hanya memiliki luas sekitar 500 meter persegi tetapi pada tahun 1850, masjid ini diperluas menjadi 2000 meter persegi dengan empat pintu masuk di atas tanah seluas 2.470 meter persegi.

Lebih dari dua abad usianya, masjid ini masih kokoh hingga kini dengan dikelilingi pagar tembok dan besi. Kini masjid ini diurus oleh Dewan Kemakmuran Masjid yang diketuai oleh Ustad Dikky Abubakar Bashandid. Ustad Dikky adalah generasi ke-5 pendatang dari Hadramaut atau Yaman yang sudah hidup secara turun temurun di kampung Arab Pekojan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun