Mohon tunggu...
Lia Sukriati
Lia Sukriati Mohon Tunggu... Freelancer - ghostwriter, web content writer, copywriter

Seorang ibu yang banyak tinggal di rumah, menghabiskan waktu di depan laptop, keluar rumah hanya untuk antar anak ke sekolah, hobi travelling, baca, menulis, dan belanja online, suka skip resep masakan tapi jarang dipraktekkin

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pajak, dari Kita untuk Indonesia

4 Juli 2020   07:05 Diperbarui: 4 Juli 2020   18:59 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin kita sering mendengar, bahwa pendapatan terbesar suatu negara diperoleh dari pajak. Mungkin itu ada benarnya juga. Tapi, ternyata pajak hanyalah salah satu dari beberapa sumber pendapatan yang diperoleh negara.  Yang lainnya bisa berupa pendapatan non pajak dan hibah. Pendapatan non pajak diantaranya didapat dari barang-barang atau aset-aset yang dikuasai oleh negara lalu kemudian disewakan kepada pihak-pihak luar. Uang sewa inilah yang bisa menjadi sumber pendapatan negara non pajak.

Contoh lainnya, BUMN sebagai lembaga pemerintah yang ditunjuk untuk bertanggung jawab melindungi aset-aset negara tersebut, melakukan monopoli atau oligopoli ekonomi yang menghasilkan keuntungan. Maka keuntungan-keuntungan inilah yang bisa dijadikan pemasukan/pendapatan bagi negara.
Tambahan lainnya bisa berupa denda atau aset sitaan, dan aset-aset yang terlantar. Dalam artian, barang-barang , atau aset-aset tersebut tidak jelas siapa pemiliknya, dan tidak ada klaim terhadapnya, maka negara berhak mengambil alih kepemilikannya.

Sumber pendapatan lainnya berasal dari dana hibah. Dana hibah ini diartikan pendapatan negara yang bersumber dari negara lain, namun bukan berupa pinjaman.

Pajak sendiri terdiri dari beberapa jenis, diantaranya Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN), Pajak atas Penjualan Barang Mewah, Pajak Pertambangan, Pajak Ekspor serta Pajak Perdagangan luar negeri ( termasuk diantaranya bea masuk dan cukai). Besaran tarif pajak dari beberapa jenis pajak tersebut, berbeda-beda sesuai ketentuan pajak yang ditetapkan UU Perpajakan.

Sebenarnya, saat ini pun, pemerintah sedang gencar merancang undang-undang untuk menjerat para pelaku usaha di bidang digital, mengingat akhir-akhir ini masyarakat Indonesia sedang dilanda tren serba online, dimana semua kegiatan e-commerce belanja dari rumah, belajar dari rumah dan bekerja dari rumah, yang semuanya dilakukan secara online. Apalagi di saat pandemi coronna ini, otomatis penggunaan digital di setiap rumah menjadi meningkat, contohnya penggunaan Nerflix, Zoom, skype dan lainnya.

Pajak digital ini bisa dibilang masih baru dan belum familiar di Indonesia. Namun di beberapa negara, misalnya Tiongkok, pajak digital ini sudah mulai diberlakukan. Namun resikonya adalah, pengusaha-pengusaha digital ini berasal dari negara-negara Adikuasa, contohnya Amerika Serikat, dan mereka belum bisa menerima sepenuhnya keputusan diberlakukannya pajak digital pada pelaku usaha digital yang berasal dari negara mereka. Dan sebagai negara super power dalam perekonomian dunia, bukan mustahil bagi Amerika Serikat untuk membuat keputusan-keputusan sendiri yang menyangkut perekonomian dunia, seperti misalnya ancaman Amerika Serikat untuk melakukan perang dagang dengan Tiongkok, mengenai pajak digital tersebut.

Prediksinya, jika hal itu sampai terjadi, maka akan banyak negara-negara yang dirugikan, termasuk Indonesia  yang notabene- nya masih bergantung pada kedua negara tersebut dalam  perekonomian global. Maka dari itu, pemerintah Indonesia sampai saat ini masih mempertimbangkan pemberlakuan pajak digital ini, mengingat kendala dan resiko yang mungkin terjadi. Mengingat pajak sendiri digunakan/diperuntukkan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Ada beberapa sektor pemanfaatan pajak, di antaranya untuk fasilitas kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan pelayanan publik. Yang kesemuanya digunakan untuk kepentingan negara  bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Seperti yang tercantum dalam UU no 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang menyebutkan :

"Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang bagi orang pribadi atau badan yang sifatnya memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung serta digunakan untuk kepentingan negara bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat."

Jadi lebih tepatnya dikatakan bahwa, pajak  yang dihimpun  dari rakyat suatu negara yang digunakan/dimanfaatkan untuk keperluan/kepentingan rakyatnya juga, walaupun tidak bisa dirasakan secara langsung. Artinya ada timbal balik dari apa yang kita berikan dengan apa yang kita dapatkan. Selama siklus penerimaan pajak ini mulus dan tidak tersendat, baik itu dari segi pelayanan, dan pelaksanaanya, maka pemanfaatannya pun bisa dilakukan secara maksimal, kecuali jika terhalang oleh birokrasi ataupun penyelewengan-penyelewengan dalam pelaksanaannya.

Dengan kata lain, ada suatu kerjasama di dalamnya antara wajib pajak yang satu dengan lainnya dalam menghimpun pendapatan negara. Istilah lainnya adalah gotong royong. Gotong royong sendiri merupakan sikap bangsa kita yang diturunkan oleh nenek moyang dalam melakukan suatu pekerjaan, terutama pekerjaan yang besar, yang memerlukan waktu dan tenaga yang lebih dalam pengerjaaannya bila dilakukan secara pribadi/perorangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun