Mohon tunggu...
Lhaura Gabriela
Lhaura Gabriela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi membaca, hiking dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pergulatan Kartini: Menyikapi Stereotip Gender dan Menginspirasi Perjuangan Kesetaraan di Indonesia

4 Januari 2024   21:42 Diperbarui: 4 Januari 2024   21:48 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu Stereotip gender yang tergambar dalam film "kartini" menciptakan kesadaran tentang ketidaksetaraan gender dan ketidakadilan dalam pendidikan pada awal abad ke-20 di Indonesia. Melalui perjalanan hidup Kartini, masyarakat dihadapkan pada realitas bahwa perempuan pada waktu itu dihadapkan pada pembatasan yang merugikan dalam hal pendidikan dan norma sosial yang mematikan. 

Artikel berertujuan memberikan motivasi untuk terus memperjuangkan kesetaraan dan menghargai hak-hak asasi manusia serta agar dapat merinci dampak stereotip gender yang tergambar dalam film, dengan harapan dapat menggerakkan dan memberikan pemahaman kepada masyarakat yang mungkin masih kurang peduli terhadap kesetaraan gender.

Adanya Stereotip gender pada Kartini yang dilakukan oleh kakaknya di mana Kartini tidak boleh melanjutkan Pendidikan dan harus menerima semua adat istiadat yang telah ada. Dari script film “Kartini” yang mencerminkan ketidaksetaraan gender adalah ketika, kakak laki-laki Kartini Raden Mas Sosrokartono yang memberikan sebuah kunci lemari buku yang ia miliki, kakak Kartini ingin adiknya bisa menjadi perempuan yang cerdas dan memiliki wawasan yang luas lewat buku-buku tersebut, walaupun sekarang dalam masa pingitan. 

Kartini telah mendapat dukungan sang ayah, namun kontroversi keluarga juga tidak bisa dihindari. Kakak laki-laki Kartini yaitu Raden Mas Slamet mengetahui tingkah laku Kartini yang berusaha mendobrak tradisi menjadi perempuan terpelajar bukan sebatas menjadi Raden Ayu mulai berpikir bagaimana menghalangi dobrakan yang dibuat oleh Kartini. 

Tak ingin cita-citanya terhalangi oleh tradisi keluarga, Katini memutar startegi dan melakukan berbagai cara agar artikel yang dibuat bisa diterbitkan dan dibaca oleh banyak orang, dan ia akhirnya menggunakan nama samaran untuk menerbitkan tulisan tulisannya yaitu “Het Kalverblaad” atau Daun Semanggi setelah itu Katini menjadi buah bibir bahkan cibiran keras sebagai masyarakat Jawa berdatangan. Hal ini menyebabkan tidak adilnya hidup hanya dilihat dari gender dan menyebabkan banyak Wanita tidak memiliki hak untuk lebih berpendidikan.

Untuk mengatasi masalah stereotip gender dan membantu orang-orang yang dianggap minoritas, seperti yang tergambar dalam film “Kartini”, kita perlu mengambil langkah-langkah konkret yang mencerminkan perjuangan dan semangat Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan. Melalui media seperti film “Kartini,” perlu meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender dan pendidikan untuk memicu perubahan sosial, seperti mendorong perubahan kebijakan pendidikan yang mendukung inklusivitas, memastikan akses pendidikan setara untuk semua, tanpa memandang latar belakang atau status sosial. Menghadapi tantangan stereotip gender dan mendukung mereka yang dianggap minoritas, kita harus merangkul ajaran Kartini dan menerapkannya dalam tindakan nyata.

 Film “Kartini” menjadi sarana efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender dan pendidikan. Namun, kesadaran itu harus berkembang menjadi aksi konkret. Langkah pertama adalah mendorong perubahan kebijakan pendidikan yang bersifat inklusif. Perubahan ini dapat mencakup penyusunan kurikulum yang mencerminkan keragaman dan menyertakan perspektif gender dalam pembelajaran. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang latar belakang atau status sosial, memiliki akses yang setara terhadap pendidikan. Pemerintah dan lembaga pendidikan harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan semua siswa, tanpa batasan gender.

Penting untuk dicatat bahwa film "Kartini" tidak hanya menggambarkan ketidaksetaraan gender, tetapi juga menyoroti pentingnya peran media dalam membentuk persepsi masyarakat. Stereotip gender yang tergambar dalam film menciptakan kesadaran bahwa perubahan masyarakat membutuhkan kolaborasi antara individu dan lembaga. 

Kartini, melalui perjuangannya, tidak hanya mencoba meraih pendidikan untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk membuka jalan bagi generasi perempuan selanjutnya. Dalam melibatkan masyarakat untuk mengatasi stereotip gender, diperlukan upaya bersama dalam meningkatkan literasi gender. Mendorong dialog terbuka melalui program-program pendidikan dan kampanye kesetaraan dapat menjadi langkah penting. Lebih lanjut, penguatan peran perempuan dalam berbagai bidang, seperti politik dan ekonomi, perlu diakui sebagai kontribusi yang berharga untuk mencapai kesetaraan.

Solusi edukasi literasi tentang stereotip gender dapat dilakukan melalui pelibatan aktif dalam kegiatan sosial dan pendidikan. Mendukung inisiatif yang memberdayakan perempuan dan menghapus batasan-batasan gender adalah langkah konkret dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun