Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Drummer Perempuan Tangguh, dari Susy Nander, Titi Rajo Sampai Senri Kawaguchi

16 November 2019   19:10 Diperbarui: 18 November 2019   06:11 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titi Radjo Bintang (Foto: Tribunnews/Jeprima)

Perempuan Tangguh
Penabuh drum pada umumnya laki-laki. Ketika anak semata wayang saya (perempuan) menabuh drum sejak SD, maka ia pun menjadi sedikit dari perempuan yang mengikuti les menabuh drum.

Karena tidak banyak perempuan penabuh drum, maka ketika muncul perempuan itu maka perhatian kita begitu tinggi padanya. Sebut saja Senri Kawaguchi. Saat ini ia mendunia. Kita akan ternganga mulut melihat gebukan drumnya. 

Senri yang lahir di Nagoya pada 1997 ini telah memainkan drum sejak berusia 5 tahun. 

Di usianya yang ke 8, ia telah menjadi drummer kondang. Tak salah bila di usia ke 10nya, Senri telah mendapatkan penghargaan dari "the Rhythm & Drum Magazine" dan sering muncul di pertunjukan di televisi. 

Senri telah bergabung dalam grup band 'Fragile', dan merilis DVD pertamanya "Horoscope" di tahun 2009. Di tahun itu pula, ia pun telah melakukan berbagai festival musik di Perancis dan juga merilis 3 CD. Prestasi besar untuk seorang perempuan muda.

Ia turut serta dalam pertunjukan pertunjukan yang diadakan oleh Yamaha dan juga muncul di acara Tokyo Jazz 2017 di NHK Hall. Tahun 2017 menjadi karir puncaknya. 

Viewers dari Senri telah mencapai 40 jutaan. Ini tentu indikator kemasyhuran dan kesuksesannya. Di usianya yang ke 22, ia telah menjadi drummer tersohor tingkat dunia.

Di Indonesia kita mengenal beberapa penabuh drum yang terkenal. Satu di antara mereka yang menarik untuk kita simak adalah Titi Rajo Bintang.


Ketika Titi masih kecil, dia mendapat cap bendel dan kemudian menyukai permainan drum di kala remaja. Kuliahnya di bidang music adalah pemberontakan yang ia lakukan kepada orang tuanya yang menghendakinya berkuliah di fakultas ekonomi.

Ketika Titi berkata bahwa ia akan membiayai kuliahnya sendiri, barulah orang tuanya mengizinkan.

Setelah dewasa, Titi sering tampil di pagelaran musik, termasuk di Jakarta International Java Jazz Festival tahun 2009. Ia juga menjadi guru pada sekolah musik almamaternya.

Selain aktif di bidang musik, Titi juga ternyata aktif di seni peran. Ia adalah penerima Piala Citra kategori Aktris Terbaik di Festival Film Indonesia tahun 2009 pada film Mereka Bilang Saya Monyet, arahan Djenar Maesa Ayu.

Sebetulnya terdapat drummer perempuan lain di Indonesia. Sebut saja Rany Ramadhani dan Jaanita Priyanka Millenix (jP Millenix) di kalangan milennial dan juga Susy Nanser di masa Dara Puspita di tahun 1960 - 1970an. 

Kisah JP Millenix menarik. Ia yang kelahiran 2 Maret 1994 ini merupakan mahasiswi jurusan Performing Art Communications STIKOM London School of Public Relation Jakarta. Ia tertarik drum gara gara melihat sepupunya. Setelah dibelikan drum oleh orang tuanya, ia makin rajin berlatih. Ia mengunggah permainan drumnya ke youtube. Sejak itulah ia menjadi dikenal.

Setelap penampilannya, ia juga membawa misi dan jargon "Stop Violence Against Children" yang selalu di pertunjukkan drumnya. Kepeduliannya pada isu kekerasan pada anak dipicu keprihatinan karena maraknya tindakan kekerasan pada anak-anak di televisi.

Lalu ada Rani Ramadhani. Ia pernah memainkan lagu Maroon 5 "Payphone" meraih 9,8 juta viewers dan memiliki 6.900 like. Ia lebih ringan dalam.memainkan drumnya.

Juga, permainan drum Rany untuk cover "Aura" dari Lady Gaga tersebut direspon langsung oleh Lady Gaga melalui akun Twitternya. Itu prestasi. 


Drummer lain adalah Jeane Phialsa. Ia memang lebih banyak bermain drum di belakang layar untuk banyak acara televisi.

Tentang Susy Nander dari grup musik perempuan Dara Puspita, Indonesia menujukkan pernah punya drummer perempuan yang sukses di tahun 1960-an dan 1970-an. 

Susy Nander drummer Dara Puspita (Foto: Ist)
Susy Nander drummer Dara Puspita (Foto: Ist)
Perempuan dan Drum Dari Masa ke Masa
Bukan hanya drummer di masa moderen, sebetulnya di dunia musik tradisional, perempuan juga jarang mendapat peran sebagai tukang kendang gamelan. Walau menarik untuk menyaksikan pemain kendang perempuan malah ada dari kalangan bule yang cinta Indonesia. 

Kalaupun ada perempuan yang memegang kendang, mereka pada umumnya lebih memainkan kendang campursari, dan musik jogetan, bukan untuk gamelan klasik untuk wayang kulit.

Artinya, memang terdapat stereotipe seakan permainan kendang adalah wilayah laki-laki. Suatu studi "Drums, Women, and Goddesses: Drumming and Gender in Iron Age II Israel" oleh Paz dan Sarit yang diterbitkan oleh Zurich Open Repository and Archive mencatat bahwa dalam sejarah perjanjian lama, drum dan kendang dihubungkan dengan figur perempuan.

Juga di masa jaman besi Israel, terdapat konteks gender yang ada terkait pemain alat musik drum. Ini juga terefleksi pada kitab suci orang Yahudi.

Ilustrasi perempuan penabuh: Tangkapan layar (bomboproductions.com)
Ilustrasi perempuan penabuh: Tangkapan layar (bomboproductions.com)
Ketika terjadi kemenangan peperangan, perempuan menabuh drum untuk menyambut laki-laki yang baru pulang dari berperang dan mengucapkan terima kasih kepada para Dewa dan Tuhan.

Namun ketika berkaitan dengan agama, termasuk pada music the Canaanite Orchestra, pembagian peran penabuh drum sangat ditentukan oleh jenis kelamin, dalam hal ini laki laki. Hanya laki-laki yang memainkan drum pada masa jaman besi Israel.

Jadi, dalam konteks budaya dan keagamaan, perempuan adalah penabuh drum. Sementara laki laki bermain musik sebagai seni. 

Studi lain terkait musik dan drum di kalangan masyarakat Kuba "The Rise of Female Bat Drummers : Gender, Sexuality, and Taboo in a Cuban Ritual Tradition" (Pebruari 2019), terdapat temuan bahwa perempuan ditabukan untuk memainkan tambur, gendang, dan 'beta drum". 

Ini membuat kaum perempuan memang tidak belajar musik drum. Mereka berkilah bahwa mengapa harus belajar ketika itu bukan menjadi budaya mereka.

Budaya Kuba yang berasal dari Afrika Selatan di masa penjualan budak. Ini menyebabkan perempuan dilarang sepenuhnya dalam berpartidipasi di semua kegiatan dan tradisi bermusik.

Studi tentang perempuan di musik perkusi telah "Women in percussion: the emergence of women as professional percusionists in the United States, 1930 - present" ditulis Meghan Georgina Aube sebagai menjadi desertasimya di Universitas Iowa.

Keberadaan perempuan di musik perkusi, termasuk drum, yang makin meningkat memang diakui. Namun, keraguan dan ketidakpercayaan pada perempuan pemain perkusi memang tetap ada. Sejarah memang membuktikan bahwa perempuan berjuang untuk eksis di dunia perkusi. 

Perubahan telah terjadi, dan pada umumnya disebabkan oleh perubahan konsep tentang mana yang disebut 'pantas' dilakukan perempuan dan laki-laki. Orang tua yang memperkenalkan musik perkusi dan drum kepada anaknya pada usia dini memberikan kekuatan pada anak. 

Diskriminasi pada pemain perkusi perempuan tetap ada. Yang membedakan adalah makin luasnya kesempatan yang dimiliki perempuan untuk aktif dan sukses di seni musik ini. 

Perempuan Penabuh Drum dan Pengalaman Mereka yang Berbasis Perbedaan Gender
Memang terdapat semacam stereotipi bahwa penabuh drum seharusnya laki-laki. Ini dipercaya banyak kalangan.

Di Guardian.com, seorang anak perempuan di Amerika, Stapinski menceritakan kisahnya. Ia sering berandai-andai memukul drum dengan 'chop stick' di atas asbak ayahnya. Di sekolahnya, hanya anak laki-laki yang diijinkan mengikuti pelajaran ekskul drum. Sementara anak perempuan diminta membawa baton sebagai 'cheer leader'. Ini membuatnya tersiksa. 

Ia sering menyelinap ke kamar kakaknya yang laki-laki untuk mencoba beberapa mainan 'laki-laki', seperti pemukul base ball dan lain lain.

Beberapa tahun kemudian, Stapinski memainkan drum di band Stephonic di New York. Bahkan ia sekarang menulis buku 'Baby Plays Around", berisi pelajaran dan pengalaman bermusik.

Sering kali, sebagai drummer, ia diragukan untuk mampu memainkan drum dengan alasan terkait kekuatan fisiknya. Drummer perempuan sering merasa diintimidasi soal kemampuan teknis, fisik maupun penampilan ketika menggebuk drum. Bahkan seakan pemain drum harus punya kemampuan seperti pemain angkat besi. Citra penggebuk drum selalu maskulin.

Namun, kini hal tersebut mulai berubah. Lihat saja pemain drum perempuan yang bisa saja tetap cantik dan feminin dan pada saat yang sama garang ketika menabuh drum.

Tapi ini juga menjadi satu isu tersendiri. Perempuan penabuh drum seakan tidak pernah baik dan pas. Bila cantik dan feminin, mereka diragukan. Bila macho akan disebut kelaki-lakian dan punya perilaku "berbeda". 

Ini menyebabkan banyak perempuan potensial yang semestinya menjadi pemain drum akhirnya terdimotifikasi dan akhirnya mengurungkan niatnya sebagai pemain drum.

Coba saksikan pemain drum perempuan pada video youtube ini. Apa atau bagaimana menurut pendapat anda? 

Beberapa drummer mengeluhkan ketidakpercayaan lingkungannya kepada drummer perempuan. 

Yang merepotkan. Di toko alat misik dan drum, sering penjual seperti sengaja membuat bingung perempuan yang sedang membeli peralatan drum. Ini tentu atas alasan mendapatkan keuntungan tinggi. Hanya saja ini dilakukan kepada perempuan dengan cara menyepelekan.

Untungnya, drummer perempuan tidak kekurangan panutan. Banyak perempuan drummer yang keren. Sebut saja Meg White of White Stripes, Karen Carpenter dan Moe Tucker dari Velvet Underground.

Moe Tucker saat ini sudah menjadi bagian dari warga senior. Namun ia dengan berani mengatakan bahwa ketika ia bermain drum, sering penonton tidak menyadari bahwa ia adalah seorang perempuan.

Ada juga Cindy Blackman yang bisa disebut sebagai diva drummer.


Ada yang menarik dari upaya drummer perempuan untuk eksis. Yo La Tengo memiliki drummer perempuan, Georgia Hubley. Untuk menyiasati peran drummer perempuan, Georgia juga menjadi vocalis. Ini membuat penonton menyaksikan ia sebagai penyanyi dan juga drummer. 

Sebetulnya tak adil juga. Perempuan mencoba berbagai cara agar bisa diterima publik. "Saya melihat drum sebagai alat musik. Bukan alat ukur penampilan seseorang, dan bahkan penera bahwa ia perempuan atau laki-laki", demikian Georgia Hubley.

Pada akhirnya, berbagai studi menunjukkan bahwa ketika kesempatan dibuka lebar, dan tanpa stereotipi dan larangan, cukup banyak potensi perempuan drummer yang berprestasi.

Kontes 'Hit Like a Girl' pada tahun 2018 membuktikan betapa banyak perempuan peminat drum. Mereka menerima ribuan rekaman drum oleh perempuan. 

Indonesia menjadikan musik sebagai bagian dari industri kreatif. Membuka kesempatan luas dan mendorong anak perempuan dan laki-laki secara adil akan menghasilkan potensi drummer profesional secara lebih optimal. Dan ini akan melahirkan pemusik, termasuk pemain drum andalan, tanpa melihat jenis kelamin mereka. 

Pustaka: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun