Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pengetahuan Masyarakat Asli yang Tereduksi dalam Jargon "Kearifan Lokal"

24 Mei 2019   20:00 Diperbarui: 26 Mei 2019   09:47 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Betang Sungai Utik, Kalimantan Barat (Foto : Rumah Betang Sungai Utik)

Komitmen besar seorang Theresia Eko yang menjadikan pengetahuan dan karya ini terus mengalir keluar wilayah. Tapi itu tidak cukup bila tidak masuk dalam kerangka besar pembangunan berkelanjutan karena hanya akan jadi bisnis solidaritas dan nostalgia saja. 

Pengetahuan Alsi dan Adat, Pengetahuan Perempuan 
Pengetahuan lokal dan ilmu tradisional sangat bermanfaat ketika kita mampu menggali potensi dan manfaatnya. Pengetahuan lokal selanjutnya dapat menjadi aset sosial dan ekonomi ketika dimanfaatkan dan dikelola dengan baik.

Seringkali, penggunaan kata menentukan pula tindakan. Ketika penggunaan kata "kearifan lokal" dimaknai untuk menghormati dalam ruang nostalgia, manfaatnya pun menjadi terbatas. 

Reduksi dari pemaknaan "kearifan lokal" pada kehidupan di dalam birokrasi program dan proyek pemerintah Indonesia menjadikan "muatan lokal" hanyalah prasasti. 

Apakah ini karena tak dimaknai sebagai pengetahuan tradisional, pengetahuan rakyat, dan ilmu sains tradisional yang pantas untuk masuk dalam agenda SDGs secara terhormat? Atau karena "kearifan lokal" diserahterimakan kepada penguasa dan birokrat yang tak punya waktu untuk belajar dan memahami kearifan lokal sebagai pengetahuan dan ilmu?

Pengetahuan asli dan adat tentunya tidak boleh hanya pada pengakuan dan metode serta teknik pemberdayaan yang ada di masyarakat, tetapi mencakup pemahaman (insight), persepsi (perception) dan suara hati (inner voice) atau perasaan (intuition) yang berkaitan dengan interaksi sosial yang bisa menyatu dalam sistem kepercayaan, norma dan budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos. Semuanya ini masuk dalam agenda besar pembangunan. 

Pengetahuan asli dan adat seharusnya menjadi modal sosial sekaligus modal ekonomi yang memiliki kekuatan penggerak dalam berbagai hal, termasuk solusi alternatif dalam SDGs. 

Memang, pengetahuan asli dan adat tidak bisa langsung dipaksa bersaing dalam kancah ekonomi dan sosial yang ada. Perlu upaya strategis agar posisi dari pengetahuan asli dan adat dapat duduk sebagai niche knowledge, pengetahuan dengan daya saing tinggi pada pasar yang tidak harus besar. 

Misalnya, beras merah Kisar dari Sintang dipasarkan dengan harga pantas di kalangan konsumen yang mengapresiasi beras berkualitas tinggi. Produk seni Dayak dengan pewarna alam yang diapresiasi pecinta karya senin dengan pewarna alam, dan lain-lainnya. 

Tantangan bukan tidak sedikit. Kehidupan yang makin modern dengan teknologi yang canggih sering kali mempercepat adopsi informasi dan budaya baru, tanpa sempat memberikan ruang untuk penyesuaian diri dari pengetahuan asli dan tradisional.

Saya kurang percaya dengan jargon rekomendasi untuk meningkatkan koordinasi dan kerja lintas sektor. Ini adalah rekomendasi mekanistis yang hampir selalu menjadi rekomendasi berbagai rencana aksi pada upaya apapun, oleh lembaga manapun. Bisa jadi, ini adalah cara paling praktis untuk bersembunyi pada realita bahwa ini tidak menjadi tanggung jawab siapapun no one business. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun