Kelompok yang pro menyunggi mengatakan bahwa perempuan negara maju sudah kehilangan kekuatannya. Dan mereka memberikan contoh bahwa di Bali perempuan sangat terbiasa membawa barang di atas kepala. Mereka jarang mengeluh soal osteoporis. Hal ini berbeda dengan situasi di negara maju yang sudah tidak mempraktikkan membawa barang di atas kepala.
Ini tentu saja membutuhkan tenaga besar dan sangat makan waktu. Hal ini merupakan studi yang dilakukan oleh the Milken Institute School of Public Health di the George Washington University.Â
Studi ini menemukan bahwa sebagian besar dari apa yang ada di 24 negara Sub-Sahara Afrika, yang membawa air tersebut adalah perempuan dan anak perempuan, dengan 46% di Liberia dan 90% di Pantai Gading.Â
Selain mengangkat air, perempuan di wilayah ini perlu mengetahui sumber air mana yang bisa akses. Hal ini disebabkan oleh adanya kekurangan persediaan air di musim kemarau atau panas. Bila salah perkiraan, artinya perempuan masih perlu mencari sumber air lain. Setelah ditemukan sumber air, maka mereka akan mengantre. Antrean bisa lama, tergantung dari jumlah orang yang ada di dekat sumber air.
Laporan tahun 2017 dari UNICEF dan WHO, keduanya badan dunia di Persatuan Bangsa Bangsa, menunjukkan bahwa terdapat kurang lebih 2,1 milliar penduduk masih menemui masalah keterbatasan akses pada air bersih. Sekitar 844 juta di antara mereka adalah perempuan, yang bertanggung jawab mencari dan menyunggi air.Â
Studi di atas digunakan sebagai dasar penyusunan strategi Sustainable Development Goals (SDGs). Studi tersebut menunjukkan bahwa 69% perempuan yang berpartisipasi dalam survei melaporkan adanya keluhan sakit punggung dan sakit kepala. Mereka adalah perempuan yang menyunggi air dalam jumlah rata rata sekitar 40 pound dan berjalan beberapa rute, dan masing masing dengan jarak tempuh sekitar 30 menit.
Pada tahun 2010, terdapat pula studi yang menolak pandangan bahwa menyunggi tidak mengganggu kesehatan. Studi tersebut, selanjutnya, menyarankan beberapa cara membawa barang yang lebih efisien daripada dengan cara menyunggi.Â
Dalam hal beban dalam ukuran ringan dan jumlah yang kecil, menyunggi mendukung kesehatan tulang dan otot perempuan. Ini nampak pada kegiatan di pelatihan meditasi dan yoga.Â
Sayangnya, di situasi tertentu, seperti mencari dan mengangkut air, menyunggi diasumsikan seakan lebih cocok untuk perempuan. Dan, realitas menunjukkan situasi seperti di India dan di Afrika, atau bahkan di sebagian wilayah di Sumba Timur, beban perempuan dalam menyunggi air bukan hanya untuk air dalam jumlah sedikit.Â
Sekitar 10 liter beban air ada di atas kepala dan dilakukan secara rutin, serta memerlukan waktu lama. Â Tentu punggung perempuan ada batasnya. Dan mengapa ini hanya untuk perempuan.Â
Persoalan beban menyunggi yang ditugaskan secara sosial kepada perempuan, seperti di India dan di Afrika juga di Sumba Timur, sebetulnya menggambarkan pula negosiasi sosial yang perempuan tinggal melaksanakan, tetapi belum mampu menolak. Ada persoalan relasi yang tidak seimbang antara perempuan dan dengan laki-laki yang menjadikan perempuan di wilayah-wilayah tertentu tidak bisa memilih. Â