Dirgahayu ke-80 RI: Kebebasan Berpendapat dan Fenomena Bendera One Piece
Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun ke-80 kemerdekaannya. Delapan puluh tahun sudah bangsa ini berdiri tegak. Namun di tengah semarak perayaan, muncul pertanyaan besar: apakah kemerdekaan yang dirayakan benar-benar sudah dirasakan sepenuhnya oleh rakyat?
Kemerdekaan tidak hanya sebatas terbebas dari penjajahan fisik. Lebih dari itu, ia menyangkut keberanian bersuara, kebebasan berpendapat, dan hak untuk berbeda tanpa rasa takut. Menariknya, perayaan 80 tahun ini justru diwarnai sejumlah peristiwa yang membuat publik kembali mempertanyakan makna "merdeka".
Salah satunya terkait logo resmi peringatan HUT RI ke-80. Sekilas terlihat sederhana, namun ketika dibalik, bentuknya justru menyerupai simbol orang yang menutup mulut dan mata. Banyak masyarakat menilai hal ini selaras dengan kondisi saat ini---ruang kebebasan berpendapat kian menyempit, seakan rakyat dipaksa untuk diam.
Kekecewaan publik juga muncul dari berbagai kebijakan pemerintah. Kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang di sejumlah daerah melonjak hingga ratusan persen menjadi beban baru setelah rakyat berjuang pulih pasca pandemi. Belum lagi isu pembekuan rekening yang tidak aktif selama tiga bulan oleh PPATK, kebijakan royalti musik yang dipandang janggal, hingga kabar kenaikan gaji DPR yang menembus hampir Rp100 juta per bulan.
Berbagai isu tersebut membuat masyarakat merasa kian terhimpit. Tidak sedikit yang menggambarkan kondisi ini layaknya kisah dalam anime One Piece---rakyat seperti bajak laut yang berjuang melawan kekuasaan yang sewenang-wenang.
Fenomena unik pun muncul. Sejumlah warga mulai mengibarkan bendera bajak laut One Piece dalam aksi maupun perayaan. Bagi mereka, simbol itu bukan bentuk penolakan terhadap NKRI, melainkan ekspresi perlawanan kreatif dan kritik sosial. Bendera tersebut mewakili keresahan sekaligus harapan, bahwa kebebasan berpendapat tetap hidup.
Namun, langkah itu memicu pro kontra. Ada pejabat yang menilai pengibaran bendera One Piece tidak masalah selama tidak ditempatkan lebih tinggi dari Merah Putih---sama halnya dengan bendera klub sepak bola. Tetapi ada juga yang menganggapnya berbahaya, bahkan dikaitkan dengan isu separatisme.
Pertanyaannya, benarkah rakyat ingin memecah belah bangsa? Ataukah mereka hanya mencari cara baru untuk menyuarakan keresahan, ketika ruang kritik formal semakin terbatas? Banyak kalangan menilai ekspresi itu semestinya dilihat sebagai kritik sosial, bukan pengkhianatan. Karena cinta pada tanah air kadang justru diwujudkan melalui kritik, bukan sekadar pujian.
Dirgahayu ke-80 Republik Indonesia seharusnya menjadi momentum refleksi. Sudahkah bangsa ini benar-benar merdeka? Atau jangan-jangan kemerdekaan masih sebatas simbolis?
Masyarakat yang mengibarkan bendera One Piece sejatinya ingin satu hal: merdeka dalam arti yang sesungguhnya---bebas bicara, bebas berekspresi, tanpa rasa takut.
Dirgahayu Indonesia, semoga kemerdekaan ini tidak hanya dirayakan setiap tahun, tetapi benar-benar menjadi ruang hidup yang bebas dan bermartabat bagi seluruh rakyat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI