"Ketika matahari mulai condong ke barat, mungkin inilah waktu terbaik untuk menilai: sudahkah hari ini benar-benar bermanfaat?"
Setelah Seharian Mengabdi, Sore Mengajarkan Kita untuk Melambat
Jam dinding di pojok ruangan sudah mendekati angka empat. Sebagian dari kita masih sibuk merapikan berkas, menuntaskan laporan, atau menyiapkan paparan untuk esok hari. Di layar monitor, angka dan tabel masih menari-nari. Namun di luar jendela, langit mulai berubah warna---matahari perlahan turun, meninggalkan semburat jingga yang menenangkan.
Sore bagi ASN bukan sekadar waktu transisi antara kerja dan pulang. Ia adalah ruang refleksi, momen kecil yang sering terlewatkan, padahal di sanalah keseimbangan hidup dimulai. Kita yang seharian berlari mengejar target, melayani publik, menyelesaikan birokrasi, kadang lupa untuk berhenti dan menengok ke dalam:
Sudahkah aku bekerja dengan makna hari ini?
Sudahkah aku melayani dengan hati, bukan sekadar rutinitas?
Menjadi ASN di era kekinian memang tak mudah. Kita dituntut profesional, adaptif, cepat tanggap, dan melek digital. Tapi di balik semua itu, ada hal yang tak boleh hilang: rasa syukur dan kesadaran bahwa setiap pekerjaan, sekecil apa pun, adalah bagian dari pengabdian. Dan sore adalah waktu terbaik untuk mengingat itu.
Karena saat matahari mulai condong, ia seakan berbisik pelan: "Kamu sudah berjuang hari ini. Sekarang saatnya berterima kasih pada diri sendiri."Â
ASN keren bukan yang tak pernah lelah, tapi yang tahu kapan harus menurunkan tempo, menarik napas, dan berkata:
"Aku sudah melakukan yang terbaik hari ini. Sisanya, aku serahkan pada waktu dan takdir."
Â
Seni Pulang ke Diri Sendiri: Melepaskan, Mensyukuri, dan Menyegarkan Hati