Mohon tunggu...
Lita Istiyanti
Lita Istiyanti Mohon Tunggu... Aktifis air, sanitasi dan lingkungan

Love what you do, Do what you love

Selanjutnya

Tutup

Nature

No Drama Saat Banjir : Saatnya Melirik Penerapan Sponge City untuk Ibu Pertiwi

6 Oktober 2025   13:51 Diperbarui: 6 Oktober 2025   13:51 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sponge City adalah pendekatan perencanaan kota yang membuat lingkungan perkotaan mampu menyerap, menyimpan, memurnikan, dan melepaskan air hujan secara alami --- persis seperti spons. Alih-alih memaksa air hujan cepat hilang lewat saluran beton, konsep ini menempatkan unsur-unsur hijau dan biru di dalam kota: taman resapan, sumur resapan, kolam retensi, lahan basah buatan, perkerasan yang menyerap, dan atap hijau. Dengan begitu, air hujan bisa dimanfaatkan untuk mengisi cadangan air tanah dan disaring terlebih dahulu sehingga kualitas air yang mengalir ke sungai menjadi lebih baik. Konsep ini juga memberi ruang bagi komunitas untuk merancang lingkungan yang lebih hijau dan ramah anak.

Manfaat Sponge City dapat langsung dirasakan. Pertama, frekuensi dan intensitas banjir permukaan berkurang karena limpasan ditahan dan diserap di titik-titik strategis. Kedua, cadangan air tanah terisi kembali sehingga membantu ketersediaan air saat musim kemarau. Ketiga, kualitas air sungai membaik karena vegetasi dan tanah menyaring polutan. Keempat, ruang terbuka hijau meningkat, membuat kota lebih sejuk dan nyaman untuk warga. Kelima, infrastruktur hijau sering kali lebih murah dalam jangka panjang dibanding perbaikan drainase besar-besaran. Selain itu, ruang hijau yang lebih banyak mengurangi risiko penyakit dari genangan air stagnan dan meningkatkan kesehatan mental warga.

Penerapan Sponge City di Indonesia harus adaptif sesuai kondisi lokal. Di kota besar yang padat, intervensi yang tepat antara lain pelebaran trotoar dengan permukaan yang menyerap, sumur resapan di kompleks perumahan, taman kantong di sepanjang jalan, serta kolam retensi di lahan terbuka seperti taman kota. Di kawasan permukiman padat informal, solusi skala kecil seperti bioretention sederhana dan got vegetatif bisa diterapkan. Di bantaran sungai atau kawasan hulu, dibuat lahan basah rekayasa (constructed wetland)  untuk menahan limpasan saat hujan deras. Solusi dapat disesuaikan sampai tingkat kampung sehingga warga lokal tidak merasa asing dengan perubahan.

Kebutuhan menerapkan Sponge City sudah mulai mendesak untuk diterapkan melihat situasi iklim yang sulit diprediksi dengan tantangan banjir yang membuat keresahan dan kenyamanan hidup masyarakat;  kejadian hujan ekstrem; urbanisasi menambah luas permukaan kedap air; dan sistem drainase konvensional sering kewalahan saat intensitas hujan melebihi kapasitasnya. Strategi lama yang hanya memperbesar saluran cenderung mahal, merusak habitat, dan kadang memindahkan masalah ke wilayah lain. Sponge City menawarkan pendekatan berbeda: ia menahan dan mengurai limpasan di tempatnya, menurunkan puncak aliran, dan memperpanjang waktu air kembali ke tanah, sehingga mengurangi risiko banjir sekaligus memperkuat ketahanan kota terhadap fluktuasi iklim.

Freepik.com
Freepik.com

Tantangan dalam hal pembiayaan penerapan Sponge City sudah mulai dipertimbangkan.  Indonesia mampu memulai pilot project Sponge City di beberapa kota besar jika pendekatannya realistis. Dana tidak harus berasal dari satu sumber saja; kombinasi pembiayaan dapat melibatkan APBD, anggaran nasional,  hibah internasional, pinjaman lunak, serta kemitraan publik-swasta bahkan investasi dari sektor swasta untuk adaptasi iklim.  Banyak intervensi hijau berskala kecil relatif murah dan bisa jadi demonstrasi cepat---misalnya taman kantong atau perkerasan menyerap di beberapa blok jalan. Investasi awal seringkali terbayar dari pengurangan biaya perbaikan infrastruktur darurat dan kerugian ekonomi akibat banjir, terutama bila dirancang secara berkelanjutan.

Argumen bahwa konsep Sponge City cocok diterapkan di Indonesia sangat kuat. Pendekatan ini menyentuh akar persoalan banjir: limpasan air hujan yang berlebihan dan banyaknya permukaan kedap air di perkotaan. Bedanya, Sponge City tidak hanya fokus pada pembuangan air, tapi juga pada bagaimana air bisa diserap dan dimanfaatkan kembali. Dampaknya pun luas --- kota jadi lebih hijau, suhu udara lebih sejuk, cadangan air tanah bertambah, dan lingkungan terlihat lebih asri.

Menariknya, konsep ini fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah. Kota besar bisa menerapkan sistem taman resapan atau atap hijau, sementara kota kecil bisa fokus pada sumur resapan dan jalan berpori. Pendekatannya tidak harus mahal, asal dirancang cerdas sesuai kebutuhan.

Selain itu, jika masyarakat dilibatkan sejak awal --- misalnya dalam menjaga taman resapan, membersihkan saluran air, atau merawat sumur --- biaya pemeliharaan bisa ditekan, dan rasa memiliki pun tumbuh. Dengan gotong royong seperti ini, Sponge City bukan cuma proyek infrastruktur, tapi gerakan bersama menuju kota yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

freepik.com
freepik.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun