Mohon tunggu...
Lita Istiyanti
Lita Istiyanti Mohon Tunggu... Aktifis air, sanitasi dan lingkungan

Love what you do, Do what you love

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menyampah Digital : Saat Sampah tak Lagi Berwujud, Tapi Tetap Membebani

1 Oktober 2025   17:17 Diperbarui: 1 Oktober 2025   17:17 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Beban yang Ditanggung Bumi

Setiap foto yang kau simpan di cloud, setiap email yang kau biarkan di inbox, setiap video yang tersimpan di server---semua membutuhkan energi. Data tidak melayang di udara tanpa biaya. Ia hidup di dalam data center: gedung besar penuh dengan server yang menyala tanpa henti. Server itu butuh listrik, pendingin, perawatan. Dan listrik itu sebagian besar masih bersumber dari energi fosil yang menghasilkan karbon.

Menurut data berbagai lembaga energi, industri data center menyumbang emisi karbon yang hampir setara dengan industri penerbangan global. Bayangkan, hanya karena email spam yang tidak pernah kau buka, ada listrik yang terus menyala, ada karbon yang terus dilepas ke udara.

Ironis, bukan? Kita marah pada sampah plastik, kita kampanye soal kantong belanja ramah lingkungan, tapi kita jarang sadar bahwa setiap "like", setiap unggahan, setiap file tak terpakai juga punya jejak karbon.

Beban yang Ditanggung Diri Kita

Selain membebani bumi, sampah digital juga membebani diri kita. Coba rasakan: ponsel jadi lemot, laptop jadi berat, pikiran jadi sumpek karena notifikasi tak henti. Kita sering merasa "capek digital" tanpa tahu penyebabnya. Salah satunya adalah tumpukan yang kita biarkan.

Inbox penuh membuat kita malas membuka email. Galeri penuh membuat kita kewalahan mencari foto yang penting. File berantakan membuat kita kehilangan fokus. Semua ini menambah beban mental, meskipun tidak terlihat.

Sampah digital itu seperti kamar berantakan. Meski kau tutup pintu rapat-rapat, di dalamnya tetap kacau, dan hatimu tetap gelisah.

Selain membebani bumi, sampah digital juga membebani diri kita. Coba rasakan: ponsel jadi lemot, laptop jadi berat, pikiran jadi sumpek karena notifikasi tak henti. Kita sering merasa "capek digital" tanpa tahu penyebabnya. Salah satunya adalah tumpukan yang kita biarkan.

Inbox penuh membuat kita malas membuka email. Galeri penuh membuat kita kewalahan mencari foto yang penting. File berantakan membuat kita kehilangan fokus. Semua ini menambah beban mental, meskipun tidak terlihat.

Sampah digital itu seperti kamar berantakan. Meski kau tutup pintu rapat-rapat, di dalamnya tetap kacau, dan hatimu tetap gelisah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun