Jika tanpa beliau-beliau, mungkin hingga saat ini Indonesia belumlah merdeka, jika tanpa beliau-beliau, mungkin sampai saat ini Indonesia masih dibawah pengaruh mereka. Mereka siapa ? Siapa saja yang hendak merebut Indonesia dari kita.
Mengapa saya katakan demikian ?
Seluruh rakyat Indonesia pastilah mengetahui peristiwa 10 November yang terjadi di Surabaya sebagaimana yang telah dituliskan dalam buku-buku sejarah, namun tidak banyak yang mempublikasikan bagaimana latar belakang peristiwa tersebut sehingga bisa menjadi peristiwa yang begitu luar biasa dahsyat. Semua ini tidaklah lepas dari jasa K.H Hasyim Asy'ari yang pada waktu itu mengeluarkan fatwa :
1. Siapa saja yang bertempur membela negara, dia syahid.
2. Siapa saja yang menghianati negara, maka halal untuk di bunuh.
3. Siapa saja yang berada dalam radius 80km dari lokasi pertempuran wajib jihad, lebih dari itu sunnah.
3 fatwa beliau itulah yang kemudian memompa semangat juang rakyat, dan membuat mereka lebih berani meninggal dari pada hidup dalam penjajahan. Memang, tidak sedikit rakyat Indonesia yang meninggal pada peristiwa itu, para pahlawan kita banyak yang hangus oleh jet-jet dan pesawat tempur Inggris. Bahkan, karena banyaknya pahlawan yang gugur pada peristiwa itu membuat para penjajah bisa dengan mudah mengibarkan bendera merah, putih, biru bukan lagi dengan tangga, melainkan dengan tumpukan-tumpukan jenazah pahlawan kita.
Dalam keadaan seperti itu, sebenarnya rakyat Indonesia tidaklah kesulitan memerangi Inggris, Belanda, wa 'ala alihi wa shohbih. Yang sulit adalah memerangi orang Indonesia yang berhati Inggris, yang sulit adalah memerangi orang Indonesia yang berada dibawah pengaruh Belanda, yang sulit adalah memerangi para penghianat. Penghianat yang ingin mendapat jaminan keamanan dan bonus dari para penjajah dengan mengorbankan negaranya sendiri. Mereka membocorkan strategi dan taktik perang yang sudah dirancang para pahlawan dan kyai dengan sedemikian rapi. Hingga pada akhirnya Indonesia gagal karena orang Indonesia sendiri.
Maka, peran santri pada waktu itu menjadi sangat penting, strategi dan taktik perang yang pada mulanya ditulis menggunakan huruf latin mulai ditulis dengan tulisan arab pegon, dengan demikian, yang bisa membaca hanyalah kalangan santri yang diyakini tidak akan mengkhianati. Bermula dari sinilah, kemudian keadaan Indonesia berangsur membaik dan akhirnya merdeka.
Bisa dibayangkan bukan jika Indonesia tanpa kyai dan santri ? Sebagus dan sekuat apapun strategi perang yang sudah disusun pada akhirnya digagalkan oleh saudara sendiri. (bersambung..)
Untuk para pahlawan, kyai dan santri, lahum alfatihah..
Nb: Tulisan ini ditulis berdasarkan cerita dari Al-mukarrom Ustadz Syaiful Musthofa.